Catatan Denny JA: Mengukur Batin Manusia, Dulu dan Sekarang
- Penulis : Arseto
- Minggu, 27 April 2025 10:27 WIB

Menyambut Aplikasi Knowing Myself+Healing LSI Denny JA (2)
ORBITINDONESIA.COM - Di sebuah sore kelabu musim gugur 1905, di lorong-lorong sempit Paris, seorang anak kecil bernama Lucien duduk terpaku di bangku kayu sekolahnya.
Kepalanya tertunduk, jarinya mencabik-cabik ujung buku. Ia tak mengerti pelajaran seperti anak-anak lain. Guru-gurunya mengeluh, teman-temannya menjauhinya.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Titiek Puspa dan Hidup yang Jenaka
Ibunya, seorang penjahit miskin, memohon kepada kepala sekolah:
“Tolong, jangan biarkan Lucien tersesat. Ada sesuatu di dalam dirinya yang tak bisa dilihat biasa.”
Doa itu sampai ke telinga Alfred Binet. Ia seorang psikolog yang kala itu tengah mencari cara mengukur kemampuan berpikir — bukan sekadar prestasi akademik.
Baca Juga: Catatan Denny JA: 10 Pesan Spiritual yang Universal Masuk Kampus
Lucien menjadi salah satu anak pertama yang menjalani tes inteligensi yang baru dikembangkan Binet-Simon.
Hasilnya mencengangkan: Lucien bukan bodoh. Ia hanya memiliki gaya belajar yang berbeda. Ia adalah seorang visual thinker.
Ia bukan penghafal angka dan kata-kata. Berkat intervensi itu, Lucien kemudian menjadi pelukis jalanan, menghiasi kafe-kafe kecil Montmartre dengan warna-warna jiwanya.
Baca Juga: Catatan Denny JA: 100 Tahun Ahmadiyah, Bendera Merah Putih di Tempat Pengungsian
Satu tes. Satu pengukuran batin. Satu perubahan hidup.