DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Ketika Seorang LGBT Menjadi Mata-mata (Spionase) dan Lainnya

image
Ilustrasi Pengantar buku puisi esai “Yang Luput dari Jantung Sejarah,” karya Irsyad Mohammad (Foto: Denny JA)

Sejarah peradaban manusia penuh dengan batasan: norma sosial, hukum, dan keyakinan yang menentukan siapa yang berhak diakui dan siapa yang harus dikucilkan.

Dari kisah Margareth, seorang waria yang menjadi mata-mata CIA, hingga Jess Goldberg, seorang transgender maskulin yang menghadapi diskriminasi brutal, kita melihat pola yang berulang. Mereka yang tidak sesuai dengan norma gender dan seksualitas tradisional selalu menjadi korban sistem.

Mengapa demikian? Itu karena pengaruh akar diskriminasi LGBT: biologi, agama, dan kekuasaan.

Baca Juga: Irsyad Mohammad: SATUPENA, Satu AI, dan Beberapa Visi dan Mimpi

Pertama: Biologi dan Reproduksi
Sejak ribuan tahun lalu. Masyarakat mengatur hubungan manusia berdasarkan fungsi reproduksi. Heteroseksualitas dianggap normal karena ia memastikan keberlanjutan generasi.

Apa yang dianggap “alamiah” sering dikodifikasi sebagai hukum sosial yang kaku.

Kedua: Dalam Agama dan Moralitas pada banyak ajaran agama besar, hubungan sejenis dipandang sebagai penyimpangan.

Baca Juga: Cerpen Rusmin Sopian: Aku Manusia Enam Setengah Tahun 

Narasi ini dikuatkan oleh institusi keagamaan yang, dalam banyak kasus, bersekutu dengan kekuasaan politik.

Stigma LGBT bukan sekadar persoalan pribadi, tetapi juga persoalan doktrin dan dogma yang diwariskan lintas generasi.

Ketiga: Struktur Sosial dan Kekuasaan
Setiap sistem yang berkuasa selalu mencari musuh.

Baca Juga: Puisi Satrio Arismunandar: Kekayaan Sejati Denny JA

Dalam banyak masyarakat, LGBT dijadikan kambing hitam untuk mempertahankan tatanan moral tertentu. Dengan menindas mereka, kekuasaan menciptakan ilusi stabilitas. 

Halaman:

Berita Terkait