DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: 10 Pesan Spiritual Universal, Realitas Itu Bersifat Spiritual

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Fanatisme tumbuh subur di ruang-ruang yang kehilangan dialog. Eksploitasi alam terus terjadi karena manusia lupa ia bagian dari semesta, bukan penguasanya.

Kesadaran spiritual menuntut keberanian untuk melawan arus, melampaui ego, melampaui batas-batas buatan, dan melampaui kenyamanan.

Ia mengajak kita bertanya: apakah kita siap membuka hati untuk memahami yang berbeda? Apakah kita mampu melihat Tuhan dalam wajah musuh, dalam suara alam yang terabaikan, dan dalam keheningan batin kita sendiri?

Baca Juga: Catatan Denny JA: Agama Sebagai Warisan Kultural Milik Kita Bersama

Sebagaimana Francis dari Assisi berani melangkah ke wilayah musuh dengan cinta sebagai senjatanya, kita pun dipanggil untuk melangkah keluar dari zona nyaman menuju dunia yang lebih inklusif.

Kesadaran spiritual tak dimulai dari surga, tetapi dari pertemuan antara hati yang terbuka dan dunia yang luka.

Ketika kita memahami Tauhid, Dharma, dan Logos bukan sebagai doktrin yang eksklusif, tapi sebagai pantulan dari satu kebenaran yang tak terucapkan, kita menjadi lebih lembut, lebih bijaksana, dan lebih berani mencintai.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Hak Asasi Manusia Sebagai Filter Tafsir Agama Era Artificial Intelligence

Dalam dunia yang penuh konflik, pemahaman spiritual ini adalah napas panjang yang membuat kita tetap hidup. Ia adalah kesadaran bahwa di balik keberagaman yang bising, ada sunyi yang menyatukan.

Tuhan tak hanya ditemukan di bait ibadah, tapi juga di dalam tetes embun, di mata anak kecil, dan dalam pelukan bumi.

Sebagaimana Francis dari Assisi menemukan Tuhan dalam wajah Sultan, kita pun dipanggil menemukan Tuhan dalam wajah-wajah yang berbeda dari kita.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Komunitas Agama dan Spiritual di Era Artificial Intelligence

Di sinilah spiritualitas bukan jalan naik ke langit, tapi perjalanan turun ke dalam hati, dan kemudian menyentuh dunia.

Halaman:

Berita Terkait