DECEMBER 9, 2022
Puisi

Cerpen Rusmin Sopian: Sujud Terakhir Sang Jagoan

image
Ilustrasi sujud sang jagoan (Foto: Gramedia)

Di balik keberingasannya, Matjago dikenal sebagai seorang lelaki yang baik. Aku sebagai temannya semenjak kecil amat paham dengan perilakunya. Dan bukan sombong, hanya aku satu-satunya warga di kampung kami yang disegani Matjago. 

Penyebabnya saat waktu kami masih remaja dan sama-sama berlatih silat di padepokan silat kampung kami, hanya aku yang mampu merobohkannya dan membuatnya bertekuk lutut.

Dan tak heran bila ada persoalan yang dilakukan Matjago, Pak Kepala Kampung biasanya meminta aku untuk sekedar menasehati Matjago. “Mohon Bung. Nasihati Matjago untuk tidak membuat keributan di kampung kita ini,” pinta pak kepala kampung. Aku pun mengangguk. 

Baca Juga: Cerpen Rusmin Sopian: Kisah dari Koran Bekas 

Demikian pula ketika ada barang dan ternak peliharaan milik para juragan yang hilang, biasanya para juragan itu mendatangi aku dan meminta tolong kepada kepadaku untuk menasehati Matjago agar tidak mengulangi lagi aksi jahatnya. Aku pun mengiyakannya. 

Bahkan para tetua kampung kami pun meminta bala bantuan aku, ketika mereka mendengar Matjago berbuat keributan di kampung kami. Dan aku pun mengangguk.

Senja itu, di saat gerombolan burung camar menari-nari di awan yang biru, aku berniat ke rumah Matjago yang berada dalam hutan kecil di kampung kami. 

Baca Juga: Rusmin Sopian: Amanah Publik untuk Kesejahteraan Publik

Sudah lama kami tak berjumpa. Terakhir kami bertemu di sebuah acara kondangan warga. Dan hanya dalam hitungan menit, aku sudah sampai di depan rumah Matjago. Pepohonan yang besar dan rindang menghiasi rumah Matjago.

Dari kejauhan, aku melihat senyum sumringah memuncrat dari wajah Matjago saat melihat aku datang. “Terima kasih Bro. Engkau sudah mau datang ke rumahku,” sapanya sembari menyalami tanganku dengan erat.

“Justru sebaliknya. Aku yang berterima kasih. Engkau sudah mau menerima kedatanganku, Bro, dengan kondisi aman dan terkendali,” balasku sembari bercanda. Matjago pun tertawa terbahak-bahak.

Baca Juga: Cerpen Rusmin Sopian: Robohnya Rumah Pejuang

Dan kami pun berdiskusi berbagai macam persoalan hingga gerbang malam sudah tiba. Dan aku pun pamit. Dan kami berjanji akan bertemu di masjid untuk mengawali malam pertama salat tarawih kami di malam bulan sejuta bulan itu.

Halaman:

Berita Terkait