DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Agama yang Berdampingan dengan Positive Psychology dan Neuroscience

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Menurut kritik itu, kebahagiaan sejati tak lahir dari sekadar latihan mental atau keseimbangan hormon. Ia adalah misteri, sering kali muncul justru dalam derita, kehilangan, dan keterasingan. Itu sesuatu yang tak bisa dihitung dalam eksperimen laboratorium.

Tetapi, apakah kita masih akan menunggu datangnya kebahagiaan sebagai misteri atau takdir yang tak terjangkau? 

Sains sudah membuktikan bahwa kebahagiaan dan hidup bermakna itu bisa diketahui penyebabnya. Karena diketahui penyebabnya, kebahagian bisa dicapai dengan satu formula.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Menyambut Peluncuran Buku Puisi Esai Negara Dalam Gerimis Puisi Karya Isti Nugroho

Agama tetap menjadi samudera untuk hidup bahagia dan bermakna. Tapi sejarah sudah membawa kita ke era yang berbeda. Ini era ketika riset ilmu pengetahuan berikhtiar mendalami apa itu makna hidup.

Memang benar, Psikologi positif dan Neuroscience tak menciptakan makna. Dua ilmu itu hanya memberi peta  jalan. Kebahagiaan tetap milik batin, tetapi kini ia bisa dipelajari, dipahami, dan diperjuangkan.

Seperti yang diekspresikan Jalaluddin Rumi:

Baca Juga: Catatan Denny JA: Menyambut Agama di Era Artificial Intelligence, Tak Bersama Durkheim, Weber, dan Karl Marx

“Dalam jiwa yang hening, kebahagiaan akan datang. Tetapi kau lah yang mengundangnya. ***

Jakarta, 6 Maret 2025

(1) Daftar 112 negara yang dianalisis secara statistik, dan hasilnya, dilampirkan dalam tulisan ini.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Khotbah Filsafat Hidup Lewat Lagu, Inspirasi Film Bob Dylan A Complete Unknown (2024)

(2) Detil mengenai formula “3P + 2S” soal kebahagiaan hasil riset psikologi positif dan neuroscience lebih detail dieksplor dalam buku saya: Bahagia itu Mudah dan Ilmiah (Inspirasi.co, tahun 2017).

Halaman:

Berita Terkait