DECEMBER 9, 2022
Kolom

Inilah Pengantar dari Denny JA Untuk Buku Culture and Politics in Sumatra and Beyond

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

-000-

Bayangkan sebuah pagi di Padang pada abad ke-19. Pasar mulai ramai, suara pedagang dan derap kaki kuda bersahut-sahutan. 

Kaum penghulu adat berjalan tegak, dengan pakaian kebesaran mereka, mengatur kehidupan masyarakat dengan hukum adat Minangkabau. 

Di tengah keramaian ini, beberapa sosok tampak mencatat sesuatu dengan teliti. Mereka adalah peneliti Belanda yang sedang mengamati cara kerja sistem adat. 

Mereka bukan hanya pedagang atau tentara kolonial. Mereka adalah ilmuwan, etnolog, ahli hukum, dan geografer. Mereka datang bukan hanya dengan senapan, tetapi juga dengan pena dan buku catatan. 

Belanda sangat tertarik dengan sistem matrilineal Minangkabau. Di sana, harta warisan diwariskan melalui garis ibu, dan penghulu adat memegang peran sentral dalam kepemimpinan.  

Riset mereka menemukan penghulu adat memiliki kekuatan besar dalam mengatur masyarakat. Belanda kemudian menerapkan strategi pemerintahan tidak langsung (indirect rule) dengan tetap mempertahankan penghulu adat, tetapi hanya yang mau bekerja sama dengan mereka. 

Belanda menggunakan riset tentang adat untuk memilih dan mengangkat pemimpin yang lebih loyal kepada kolonialisme. 

Penghulu yang menentang? Mereka dipinggirkan, bahkan kadang dipecah belah dengan politik adu domba antara penghulu adat dan ulama. Ini bentuk dominasi yang elegan, menggunakan ilmu pengetahuan untuk mengendalikan tanpa harus berperang. 

Belanda juga melakukan studi tentang Tanah Ulayat. Tujuannya? Mengubah Kepemilikan Tanah untuk Eksploitasi Ekonomi.

Halaman:

Berita Terkait