Inilah Pengantar dari Denny JA Untuk Buku Culture and Politics in Sumatra and Beyond
- Penulis : Krista Riyanto
- Jumat, 28 Februari 2025 08:03 WIB

-000-
Mengapa acapkali terjadi kasus riset ilmu pengetahuan justru menjadi instrumen kekuasaan dan ekspansi politik? Dominasi politik memerlukan ilmu pengetahuan setidaknya untuk tiga alasan utama:
Pertama: Menjaga Hegemoni dan Kontrol Politik
Ilmu dapat digunakan untuk memahami struktur sosial, sistem politik, dan budaya masyarakat yang ingin ditundukkan. Dengan memahami bagaimana suatu bangsa berpikir dan berperilaku, penguasa politik dan ekonomi dapat merancang strategi kontrol yang lebih halus dan efektif.
Kedua: Merancang Strategi untuk Menguasai dan Mengeksploitasi
Riset ilmiah sering kali digunakan untuk mengidentifikasi sumber daya alam dan bagaimana cara terbaik untuk mengeksploitasinya dengan tetap menjaga stabilitas sosial.
Ketiga: Membangun Narasi untuk Melegitimasi Penindasan
Penelitian kolonial sering kali digunakan untuk membangun wacana bahwa masyarakat pribumi “primitif” dan perlu diarahkan oleh bangsa yang lebih “beradab.” Dengan begitu, kolonialisme bentuk lama ataupun bentuk baru bisa tampak seperti proyek “membantu” ketimbang penindasan.
Sejarah membuktikan ilmu pengetahuan bukan sekadar alat pemahaman, tetapi juga bisa diarahkan sesuai kepentingan mereka yang berkuasa.
Di berbagai belahan dunia, penelitian akademik sering kali digunakan untuk membangun dominasi kolonial. Dan salah satu kasus paling nyata adalah bagaimana Belanda menggunakan riset ilmiah untuk mengendalikan Sumatra.