DECEMBER 9, 2022
Kolom

Inilah Pengantar dari Denny JA Untuk Buku Culture and Politics in Sumatra and Beyond

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Kasus Sumatra hanyalah satu contoh bagaimana ilmu pengetahuan digunakan untuk dominasi. Taktik ini terjadi di banyak tempat di dunia. 

Studi Rasial di Afrika Selatan (Apartheid - Abad ke-20).Di laboratorium dan ruang akademik, para ilmuwan kolonial di Afrika Selatan mengembangkan teori perbedaan ras yang disebut sebagai “ilmu pengetahuan.” 

Namun, di balik statistik dan kurva genetika, tersembunyi niat untuk menjustifikasi dominasi. Penelitian ini merancang hierarki biologis yang menempatkan kulit putih sebagai superior dan kulit hitam sebagai subjek yang harus tunduk. 

Ilmu yang seharusnya membebaskan justru menjadi belenggu. Hasil penelitian ini diterjemahkan ke dalam kebijakan Apartheid yang berlangsung selama hampir lima dekade. 

Kulit putih diberikan akses penuh ke pendidikan, kepemilikan tanah, dan politik, sementara kulit hitam hanya dianggap sebagai tenaga kerja murah yang hidup dalam segregasi sosial. 

Namun, tak ada benteng yang tak bisa runtuh. Ilmu yang semula membenarkan diskriminasi akhirnya dipatahkan oleh ilmu lain: sejarah, hukum, dan filsafat tentang kemanusiaan. 

Nelson Mandela dan gerakan perlawanan mengungkapkan bahwa penindasan yang dikukuhkan oleh ilmu pengetahuan yang bias tak akan bertahan selamanya. 

Ilmu bisa menjadi senjata bagi kekuasaan, tetapi juga bisa menjadi api yang menyalakan revolusi. Afrika Selatan menjadi saksi bagaimana sebuah bangsa bangkit dari ilmu yang menyesatkan menuju ilmu yang membebaskan. 

Kasus lain: Eksplorasi Antropologi oleh Inggris di India (Abad ke-19). India mozaik peradaban yang kaya, dengan sistem sosial yang telah berakar selama ribuan tahun. 

Namun, bagi penguasa kolonial Inggris, kompleksitas ini adalah kesempatan. Mereka datang dengan pena dan kertas, mengamati, mencatat, dan mengategorikan. 

Halaman:

Berita Terkait