Mengantar Harapan di Punggung Prajurit: TNI Menembus Desa Terisolir Sitahuis, Tapanuli Tengah

Sejak awal Desember, Sitahuis diguyur hujan dengan intensitas tinggi. Dalam hitungan jam, lebih dari 20 titik longsor menutup akses utama menuju Desa Naga Timbul, Desa Mompang, dan Desa Mardame. Tiga desa itu terputus total. Tidak ada kendaraan yang bisa lewat, alat berat pun tak mampu menembus. Warga hanya bisa menunggu, sementara stok bahan pokok makin menipis.

Awal Desember 2025, Sitahuis berubah menjadi wilayah yang seolah kehilangan nadi kehidupan. Hujan turun dengan intensitas tinggi, mengguyur bukit dan lembah, menyeret lumpur serta bebatuan besar yang menutup satu-satunya akses menuju Desa Naga Timbul, Mompang, dan Mardame. Tiga desa itu terputus total. Dalam hitungan jam, ribuan warga terisolasi dalam kecemasan yang perlahan berubah menjadi ketakutan, seiring stok bahan pokok yang makin menipis.

Ketika akses jalan tidak mungkin dibuka dan alat berat tak bisa masuk, prajurit TNI Angkatan Darat dari Satgas Yonif 122/Tombak Sakti dan Yonif 125/Simbisa memutuskan untuk melakukan hal yang tidak bisa dilakukan oleh kendaraan atau mesin apa pun, yaitu dengan berjalan kaki menembus medan yang sulit diakses kendaraan.

Jumlah mereka antara 30 hingga 40 orang. Mereka membawa logistik yang beratnya tidak hanya diukur dari karung-karung yang menempel di punggung, tetapi dari harapan ribuan warga yang menanti. Perjalanan itu bukan perjalanan pendek. Beberapa jalur mencapai puluhan kilometer, memaksa para prajurit menyusuri lereng curam, melangkah dalam lumpur setinggi lutut, menyeberangi sungai yang meluap, hingga melewati tebing-tebing yang sewaktu-waktu bisa runtuh karena intensitas hujan yang masih tinggi.

Walau medan yang mereka tapaki begitu berat, tekad para prajurit tak goyah. Mereka tahu di ujung sana ada warga yang sudah tiga hari tanpa suplai pangan. Ada keluarga yang tak lagi punya beras di dapur. Ada lansia dan anak-anak yang menunggu kepastian bantuan.

Saat para prajurit tiba di desa pertama, tubuh mereka berlumur lumpur dan pakaian basah akibat hujan. Raut lelah jelas terlihat, namun kehadiran mereka langsung disambut dengan rasa lega. Warga bukan hanya melihat logistik yang dibawa, tetapi juga kehadiran bantuan yang sudah lama mereka tunggu. Bantuan logistik yang mereka pikul bukan jumlah kecil. Ada 196 karung beras, 84 dus mi instan, 115 dus air mineral, serta obat-obatan dan perlengkapan darurat. Semua itu tiba bukan melalui jalur distribusi formal, tetapi melalui langkah kaki yang penuh tekad dan semangat.

Setelah logistik disalurkan, tugas mereka berlanjut. Para prajurit membantu mengevakuasi warga yang paling rentan. Lansia dibantu melewati jalan licin, ibu hamil diarahkan ke tempat yang lebih aman, dan anak-anak dituntun agar tidak terpeleset. Dari cara mereka bekerja, terlihat bahwa kehadiran prajurit bukan hanya untuk mengantar bantuan, tetapi juga memastikan keselamatan warga.

Kami hadir untuk rakyat. Tidak ada medan yang terlalu berat jika itu demi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat,” kata Mayor Inf Dedy Siregar, Komandan Satgas Yonif 122/Tombak Sakti. Kalimat sederhana itu bukan hanya ucapan, tetapi juga bukti nyata dari kepedulian besar yang ditunjukkan TNI di lapangan.

Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah mengapresiasi langkah cepat TNI, karena di tengah kondisi darurat seperti itu, negara hadir bukan melalui simbol atau bangunan, tetapi melalui punggung yang memikul karung beras dan tangan yang menggandeng warga yang ketakutan.

Bagi masyarakat Sitahuis, kehadiran prajurit bukan hanya membawa bantuan. Mereka membawa rasa aman. Mereka membawa keyakinan bahwa mereka tidak ditinggalkan sendirian menghadapi bencana.

Aksi para prajurit menjadi contoh bahwa dalam kondisi darurat, komitmen dan kesiapan untuk turun langsung ke lapangan memiliki peran yang sangat penting. Kehadiran mereka memastikan kebutuhan dasar masyarakat tetap terpenuhi, sekaligus menegaskan bahwa perlindungan terhadap warga tetap menjadi prioritas utama, walaupun dihadapkan pada medan yang berisiko tinggi.