DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Menyambut Peluncuran Buku Puisi Esai Negara Dalam Gerimis Puisi Karya Isti Nugroho

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Dalam politik dan sejarah, kebohongan yang diulang terus bisa menjadi kebenaran, sampai akhirnya pengadilan sejarah datang dan membuka kedok para oportunis.

Namun, jika dibandingkan dengan dua lakon besar tersebut, tokoh dalam Monolog Penumpang Gelap Reformasi bukan hanya penipu kecil atau penguasa lalim.

Ia lebih cair, lebih elastis. Ia bukan sekadar jahat, tetapi cerdas, selincah air yang mencari celah.

-000-

Apa yang bisa kita renungkan dari puisi esai Isti Nugroho ini?

Pertama, sejarah milik mereka yang bisa menulisnya, bukan hanya mereka yang memperjuangkannya. Yang lebih menikmati hasil perjuangan acapkali bukan sang pejuang, melainkan para penumpang gelapnya.

Kedua, demokrasi tanpa kesadaran sejarah hanya akan menjadi panggung sandiwara. Masyarakat sering kali lupa, siapa yang benar-benar berjuang dan siapa yang hanya numpang di tengah perjalanan.

Ketiga, setiap revolusi atau reformasi memiliki batasnya. Akan ada masa ketika kedok para penumpang gelap ini terbuka, dan mereka akan menghadapi pengadilan sejarah.

Seperti dalam puisi ini, di akhir kisah, si oportunis tidak bisa lagi menghapus bau busuknya sendiri.

Puisi esai Penumpang Gelap Reformasi ini menohok. Tetapi ia juga menyadarkan kita tentang bagaimana politik bekerja.

Halaman:

Berita Terkait