DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Menyambut Peluncuran Buku Puisi Esai Negara Dalam Gerimis Puisi Karya Isti Nugroho

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Suasana itu diekspresikan Isti Nugroho dalam bait puisi esainya:

“Orang hidup harus luwes, punya banyak topeng dan terampil menari sesuai irama musik penguasa. Karena itulah, aku selalu eksis dalam setiap rezim ke rezim.”

“Juga kali ini, berkat citraku sebagai REFORMIS dan pejuang demokrasi, aku berhasil nangkring di posisi KOMISARIS sebuah BUMN yang basah. Ini jabatan yang mentereng, meskipun aku hanya dlongap-dlongop di kantor. Dari pagi sampai siang, kerjaku cuma ngisi teka-teki silang! (tertawa)”

-000-

Tokoh utama dalam Monolog Puisi Esai ini, dengan gabungan pantomim, bisa siapa saja. Seorang komisaris BUMN yang tak pernah menyusun satu kebijakan pun, tetapi mengisi hari-harinya dengan teka-teki silang.

Seorang politikus yang berbicara seolah-olah pakar, padahal hanya menjual opini kosong. Seorang aktivis gadungan yang masuk ke lingkaran elite dengan modal foto editan.

Isti Nugroho merancang tokoh ini dengan cermat: seorang aktor, seorang ilusionis. Ia belajar dari dukun, makelar, agamawan, dan politisi. Ia bukan ideolog, bukan pemikir. Ia hanya penjaja citra.

Kehadirannya begitu nyata dalam politik Indonesia. Kita melihat mereka di layar televisi, di gedung-gedung pemerintahan, dalam talk show, dalam seminar kebangsaan.

Mereka berbicara tentang demokrasi, tapi hanya untuk menjaga kursi mereka tetap aman.

       “DNA saya bukan DNA pejuang,

Halaman:

Berita Terkait