Irsyad Mohammad: SATUPENA, Satu AI, dan Beberapa Visi dan Mimpi
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Sabtu, 17 Agustus 2024 17:04 WIB
Sedangkan sebelum masehi beberapa peradaban sudah memiliki catatan sejarahnya sendiri jauh lebih dahulu daripada Indonesia seperti Peradaban Mesopotamia, Mesir, Persia, Yunani, India, Tiongkok, dan Romawi.
Maka dunia penulisan dan literasi, tentunya menjadi tolak ukur dalam menentukan maju tidaknya suatu peradaban. Dalam hal ini penulis dan sistem aksara serta dunia tulis menulis dengan sejarah merupakan suatu paket tidak terpisahkan, penulis adalah raison d’etre sejarah.
Sesuai uraian yang saya jabarkan sebelumnya, maka tidak ada sejarah tanpa para penulis. Sebab para penulis menuliskan berbagai fenomena yang terjadi mulai dari sejarah, politik, sastra, kebudayaan, fiksi, resep makanan, musik, teknologi, kesehatan, dll.
Tidak sedikit tokoh-tokoh besar dalam sejarah dunia adalah para penulis dan mereka menuliskan gagasannya yang kemudian turut merubah dunia hingga hari ini.
Bahkan pun banyak para pendiri bangsa (founding fathers) seperti para Bapak Bangsa Indonesia mereka adalah para penulis yang menuliskan banyak buku yang mengangkat tentang permasalahan yang ada di zamannya dengan kritis dan mendalam. Buku-buku yang mereka tuliskan turut membentuk Indonesia hingga hari ini.
Namun pada era media sosial, internet of things (IoT) & kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) kita melihat suatu dunia yang jauh berubah. Dulu relatif lebih banyak penulis yang dapat hidup hanya dengan menulis, tanpa memiliki pekerjaan sampingan; namun kini hal tersebut semakin sulit.
Baca Juga: Tafsir Humanis Ibadah Kurban: Respon atas Esai Denny JA soal Kurban Hewan di Era Animal Right
Banyak media massa terutama media cetak yang tutup, baik itu dari majalah dan koran yang tutup, semuanya digantikan oleh media digital atau media online. Bahkan tidak sedikit kemudian penerbit buku yang tutup, kemudian juga toko buku yang tutup semuanya mulai tergantikan oleh buku digital dan toko buku digital.
Namun lebih miris lagi banyak buku-buku yang diterbitkan oleh para penerbit ataupun yang diterbitkan dalam bentuk digital, kemudian dibajak dan disebarkan e-book-nya secara cuma-cuma. Orang bisa dengan mudahnya mendapatkan buku yang mereka ingin baca cukup diklik, tanpa mereka keluar uang sepeserpun.
Hal yang sangat miris sebenarnya, banyak para penulis yang capek-capek bikin karya kemudian karyanya mereka disebar, tanpa mereka dapat sepeserpun keuntungan. Begitu juga dengan penerbit yang turut mengedit, juga mempromosikan buku tersebut tidak mendapatkan keuntungan signifikan akibat pembajakan.
Baca Juga: SATUPENA Akan Diskusikan Topik Bagaimana Menjalani Hari Tua dengan Narasumber Psikolog Tika Bisono
Begitu pun toko buku, mengalami hal yang sama, kemudian hal ini diikuti oleh usaha percetakan yang menjadi sepi pesanan akibat menurunnya permintaan akan buku cetak. Walhasil ekosistem dunia kepenulisan kemudian turut hancur, akibat perubahan yang terlalu cepat dan tidak diikuti oleh adaptasi para penulis hingga dunia penerbitan akan perubahan zaman.