Tafsir Humanis Ibadah Kurban: Respon atas Esai Denny JA soal Kurban Hewan di Era Animal Right
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Senin, 05 Agustus 2024 08:48 WIB
Oleh: Musdah Mulia
ORBITINDONESIA.COM - Denny JA telah menyatakan kegalauannya dalam tulisan renungan Idul Adha berjudul “Akan Menguatkah: Tafsir yang Tak Lagi Harus Hewan Dijadikan Kurban Ritus Agama".
Sejujurnya, kegalauan serupa sudah sejak lama saya rasakan. Itulah mengapa saya begitu antusias merespons gagasan Denny JA untuk mengubah tafsir terkait wujud kurban. Artinya, tak lagi harus hewan dijadikan kurban ritus agama. Sejumlah alasan dapat disebutkan, baik teologis, sosiologis, maupun psikologis.
Setiap menjelang Idul Adha, batin saya tersiksa melihat kerumunan hewan yang siap dipotong. Kerumunan itu baunya menyengat dan bunyi suaranya terdengar menakutkan.
Beberapa kali saya mengalami mimpi buruk membayangkan sadisnya penyembelihan hewan tersebut meskipun tidak pernah menyaksikannya secara langsung.
Saya mendengar cerita-cerita horor terkait hewan yang disembelih. Misalnya, pernah kejadian di kampung, seekor sapi kurban masih bisa berlari dan menabrak rumah setelah disembelih.
Baca Juga: Opini Denny JA: JAKARTA MENANGIS
Dulu saya mengira perasaan galau dan takut itu muncul hanya karena saya tidak mengonsumsi daging hewan, kecuali seafood. Belakangan baru sadar, jika perasaan serupa juga dialami banyak orang, termasuk mereka yang senang mengonsumsi kuliner daging.
Hanya saja, umumnya mereka yang galau belum berani bersuara karena takut dianggap berdosa. Takut dituduh melanggar ketentuan agama dan seterusnya. Apalagi, masyarakat agama belum terbiasa menerima pendapat atau tafsir berbeda dari suara mayoritas, khususnya dalam masalah keagamaan.
Bahkan, ada kecenderungan memutlakkan suatu pendapat atau tafsir mainstream dalam masyarakat sehingga sangat tidak mudah menawarkan tafsir baru.
Baca Juga: OPINI Denny JA: Mengapa Membatasi Usia Capres dan Cawapres Maksimal 65 Tahun adalah Kesalahan Fatal?
Tahun 2004 melalui buku Muslimah Reformis, saya menawarkan pandangan alternatif dalam pelaksanaan kurban, yaitu menggantinya dengan uang seharga hewan kurban.