DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Sembilan Pemikiran Denny JA Tentang Agama di Era Google

image
Sembilan Pemikiran Deny JA tentang Agama di Era Google.

Tidak mudah memang untuk keluar dari jebakan teologi kebencian ini. Sebab, jeratnya sudah dipasang di mana-mana: keluarga, lingkungan, tempat ibadah, sekolah, dll.

Ia ibarat bom waktu yang siap meledak kapan saja. Dampaknya ialah disintegrasi sosial, instabilitas, sampai kekerasan harfiah.

Para reformis mencoba menawarkan sudut pandang yang berbeda atas teologi kebencian ini dengan teologi humanis. Tuhan tidak lagi dipandang sebagai provokator agung yang mengadu domba kaum beriman satu sama lain. Agama tidak lagi dipandang sebagai musuh perdamaian.

Faktanya, agama-agama secara inhern dalam dirinya mengandung ajaran kasih sayang dan perdamaian.

Maka ada seruan-seruan untuk mencari kesamaan atau titik temu agama-agama. Gus Dur, misalnya, terhadap pastor YB Mangunwijaya pernah mengatakan: Saya dan Romo Mangun berbeda agama tapi satu iman.

Cak Nur mengatakan bahwa agama-agama adalah satu, tapi namanya berbeda-beda. Ungkapan-ungkapan itu menjadi semacam dalil bagi keharusan untuk meneguhkan perdamaian dan cinta kasih, ketimbang konflik, atas nama iman. Dan sekaligus argumen untuk keluar dari jebakan teologi kebencian.

Dan di titik ini pula kata-kata Denny JA di atas: “Agama- agama adalah warisan kultural milik bersama umat manusia,” menjadi penting karena menumbuhkan cara pandang yang berbeda terhadap hubungan antaragama.

Ia menjadi seruan kepada setiap pemeluk agama untuk memandang agama dan tradisi keimanan yang lain sebagai miliknya juga.

Dan agama-agama, at the end of the day, bukan hanya wahyu tapi juga bentukan sejarah. Dan sejarah dibentuk oleh kita, manusia dan peradabannya.

Karena itu setiap agama dan tradisi keimanan adalah milik kita bersama umat manusia. Mengingkari itu berarti mengingkari kemanusiaan kita sendiri.

Halaman:
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Berita Terkait