Sembilan Pemikiran Denny JA Tentang Agama di Era Google
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 24 Maret 2023 14:51 WIB
Bagi saya, kata-kata itu mampu menerobos tembok pembatas antaragama yang sudah terbangun berabad-abad.
Tidak bisa dipungkiri bahwa hubungan antaragama di mana pun cenderung bersifat seremonial, kaku, bahkan konfliktual -- laten maupun manifes.
Apalagi preferensi utamanya ialah truth claim, dimana masing-masing pihak merasa paling benar dan paling selamat -- yang lain sesat semua dan harus diselamatkan.
Sejarah agama, sejarah kita, didikte oleh sejenis teologi eksklusif yang menyingkirkan orang lain. Memandang yang lain sebagai musuh abadi yang harus dimusnahkan. Para peneliti studi agama menyebut ini sebagai teologi kebencian.
Representasinya adalah para teroris atas nama Tuhan.
Tapi teologi kebencian dipeluk bukan hanya oleh teroris melainkan juga oleh mereka yang mendukung dan mengamini secara diam-diam tindakan para teroris itu.
Artinya, teologi kebencian tertanam sangat dalam di lubuk hati para pemeluk agama ketika berhadapan dengan pemeluk agama lain.
Kekerasan atas nama agama, termasuk perang dan terorisme, adalah perwujudan sejati dari teologi kebencian ini.
Maka kaum sekular dan ateis menuduh agama bertanggung jawab atas berbagai kekerasan berdarah di muka bumi.