DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Kecerdasan Spiritual Pun Menjadi Kecerdasan Terpenting

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Menyambut Aplikasi Knowing Myself+Healing LSI Denny JA (11)

ORBITINDONESIA.COM - Pada akhir 1990-an, di sebuah ruangan kecil yang sunyi di Oxford, Danah Zohar duduk menatap jendela yang basah oleh gerimis.

Ia telah lama tenggelam dalam dunia fisika kuantum, menelaah rumus dan persamaan yang menjelaskan semesta. Tapi malam itu, hatinya gaduh.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Merekam Sejarah dan Makna Melalui Lukisan

“Sains telah membuatku pintar,” bisiknya, “tapi tidak membuatku bijak.”

Ada kehampaan yang tak bisa dijawab oleh logika atau formula. Bersama Ian Marshall, seorang psikiater yang juga suaminya, mereka mulai merangkai benang-benang pertanyaan yang tak terjawab itu.

Mengapa manusia tetap menderita di tengah kemajuan teknologi? Mengapa makna terasa menguap dari kehidupan modern?

Baca Juga: Catatan Denny JA: Berbakatkah Saya Menjadi Orang Kaya?

Dari dialog mereka lahirlah konsep baru: Spiritual Intelligence (SQ)—kecerdasan jiwa yang memberi manusia kemampuan untuk bertindak penuh kasih dan makna. Bukan sekadar tahu yang benar, tapi melakukan yang bijak.

SQ, bagi mereka, bukan agama. Ia lebih dalam. Ia adalah kemampuan untuk menghubungkan hidup dengan nilai-nilai tertinggi. Ia adalah cahaya batin yang membimbing arah, bahkan ketika dunia gelap.

Namun, itu baru langkah awal. Gagasan itu indah, tapi belum konkret. Belum menjadi alat ukur. Belum masuk ruang kelas atau kebijakan. Danah tahu, masih panjang jalan agar SQ bisa menjadi instrumen perubahan nyata.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Tafsir yang Berbeda tentang Kurban Hewan di Era Animal Rights

Tapi ia telah membuka pintu. Dan dari pintu itu, cahaya pertama mulai mengalir ke dunia.

-000-

Renungan Danah Zohar dan Ian Marshall inilah yang memberi inspirasi ketika saya dan tim LSI Denny JA merancang Knowing Myself+Healing, aplikasi psikologi berbasis AI.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika Puisi, dan Apapun, tak Pernah Cukup, Lalu Mengapa Lahir Puisi Esai

Kami ingin memindahkan beragam tes ke dalam satu sistem terpadu: dari IQ, EQ, tes bakat, kepribadian, kecenderungan politik, hingga kecerdasan finansial.

Namun ada satu kecerdasan yang kami anggap sebagai puncaknya. Ia tidak hanya menyangkut apa yang kita tahu atau kuasai, melainkan apa arti semuanya itu: Kecerdasan Spiritual.

LSI dikenal publik sebagai pelopor riset opini, pemetaan politik, dan prediksi pemilu. Tapi satu hal yang jarang diketahui: di balik data dan angka, kami menyimpan kegelisahan akan hal-hal yang sulit diukur—keresahan batin, kehampaan hidup, dan hilangnya makna.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Elon Musk Akhirnya Meninggalkan Donald Trump

Kami mengembangkan Tes Kecerdasan Spiritual bukan hanya sebagai alat ukur psikologis, tetapi sebagai jendela untuk memahami batin manusia.

Di sinilah spiritualitas diperlakukan bukan sebagai dogma, melainkan sebagai kapasitas manusia—yang bisa diukur, dilatih, dan ditumbuhkan.

Dalam menyusun Tes SQ ini, kami merujuk pada empat tokoh penting dalam psikologi spiritual:

1.    Danah Zohar & Ian Marshall – pencetus SQ sebagai dimensi terdalam manusia.

2.    David B. King – penggagas SISRI-24, alat ukur spiritualitas berbasis riset ilmiah.

3.    Paloutzian & Ellison – pencipta Spiritual Well-Being Scale.

4.    Paul T. P. Wong & Michael F. Steger – pemikir logoterapi dan makna hidup.

Namun kami tak hanya menyalin. LSI melangkah lebih jauh dengan menggabungkan dua pendekatan besar:

*Trait-like: kompetensi spiritual sebagai kapasitas dasar yang menetap.

*State-like: kondisi spiritual sebagai dinamika batin yang berubah-ubah.

Gabungan ini menghasilkan model yang utuh dan kontekstual—relevan dengan dinamika sosial budaya.

-000-

Delapan Dimensi dan Empat Tipe Jiwa

Tes ini terdiri dari 40 pernyataan, mencerminkan delapan dimensi utama:

Kompetensi Spiritual (Trait-like):

1.    Kesadaran Eksistensial

2.    Integrasi Nilai Spiritual

3.    Refleksi Diri Transendental

4.    Ketahanan Spiritual

Kondisi Spiritual (State-like):

Rasa Keterhubungan Spiritual

Kedamaian Batin dan Harapan

Makna Hidup yang Dirasakan

Kasih dan Kepedulian Emosional

Hasilnya membagi peserta ke dalam empat tipologi:

*The Enlightened: matang dalam kompetensi dan kondisi.

*The Seeker: pencari makna yang kaya pengalaman, namun belum stabil.

*The Untapped Potential: memiliki potensi tinggi, tapi kondisi batin kering.

*The Disconnected: belum menemukan arah dan makna hidup.

Di sinilah teknologi mengambil peran. Setelah hasil muncul, sistem AI dalam aplikasi akan memberi rekomendasi personal: dari praktik refleksi, jurnal makna, hingga saran konseling.

Namun tak semua kisah tertulis dalam angka. Beberapa hadir sebagai air mata.

-000-

Rahmi dan Kursi Kosong di Kelasnya

Bayangkan kisah ini. Rahmi adalah guru SMA di Jawa Tengah. Ia kehilangan anak semata wayangnya dalam kecelakaan tragis.

Sejak itu, ia mengajar tanpa semangat. Ia tak lagi menangis. Tapi juga tak tertawa.

Dalam pelatihan guru daerah, ia mengikuti Tes Kecerdasan Spiritual. Hasilnya menyentak: kompetensinya tinggi—ia reflektif, berprinsip, tangguh. Tapi kondisi spiritualnya sangat rendah. Ia masuk kategori The Untapped Potential.

Dalam sesi refleksi, ia menangis untuk pertama kali dalam dua tahun. Ia mulai menulis jurnal untuk anaknya. Ia mulai mengajak murid-murid menulis esai bertajuk: “Untuk Apa Aku Hidup?”

Enam bulan kemudian, di kelasnya muncul bangku kosong. Di sandarannya ada plakat kecil:

“Untuk mereka yang kita cintai, dan kini menemani dari kejauhan.”

Rahmi berkata:

“Tes ini seperti Tuhan yang mengetuk saya—bukan lewat mimpi, tapi lewat angka.”

-000-

Spiritualitas: Dari Dogma ke Kapasitas

Di era ini, spiritualitas tak lagi monopoli para mistikus atau agamawan. Ia menjadi bagian penting dalam pendidikan, kesehatan mental, hingga kepemimpinan.

Filosofi yang melandasi Tes SQ LSI Denny JA sederhana namun revolusioner:

“Semua manusia adalah makhluk yang mencari makna. Dan makna itu bisa diukur, dipahami, dan dikembangkan.”

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk:

*Menemukan makna di tengah kehilangan.

*Menjaga harapan saat harapan dirampas.

*Bertindak berdasarkan nilai, bukan sekadar dorongan.

*Mencintai tanpa syarat, bahkan saat dunia tak ramah.

Kita hidup di era yang bisa mengukur hampir segalanya: suhu tubuh, detak jantung, hingga algoritma preferensi.

Namun satu hal tetap sulit diukur: apakah hidup ini masih bermakna?

Tes Kecerdasan Spiritual dari LSI Denny JA adalah upaya untuk menjawabnya.

Ia tak menyuruh kita beragama, tapi mengajak kita bertanya.

Ia tak menjanjikan surga, tapi menyodorkan cermin.

Ia adalah jembatan antara sains dan jiwa. Dan, menemukan kembali langit di dalam diri kita sendiri.***

Referensi

Zohar, Danah & Marshall, Ian. Spiritual Intelligence: The Ultimate Intelligence. London: Bloomsbury, 2000.

Jakarta, 30 Mei 2025

-000-

Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World

https://www.facebook.com/share/12KDmVBsEvu/?mibextid=wwXIfr

Halaman:

Berita Terkait