Catatan Denny JA: Ketika Puisi Menjadi Saksi Zaman
- Penulis : Krista Riyanto
- Minggu, 25 Mei 2025 15:41 WIB

Peluncuran Buku 4 Buku Dokumentasi Angkatan Puisi Esai, 2012-2024
ORBITINDONESIA.COM - “Menulis puisi esai bukan hanya soal estetika. Ia panggilan nurani untuk menyuarakan ketidakadilan, keterasingan, dan marginalisasi”.
-000-
Baca Juga: Catatan Denny JA: Ikhtiar Ikut Merayakan Secara Sosial Hari Raya Agama Lain
Bayangkan seseorang membuka lembar puisi, dan yang ia temukan bukan sekadar metafora, tapi juga catatan kaki.
Bukan hanya irama, tapi juga data sejarah. Bukan hanya suara penyair, tapi gema dari mereka yang selama ini dibungkam.
Di situlah puisi esai lahir—bukan hanya sebagai genre sastra baru, melainkan sebagai gerakan kultural yang perlahan menjelma menjadi suara kolektif sebuah zaman.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Ijazah Jokowi Asli dan Lima Kesalahan Metodologis Tuduhan Palsu
Empat kitab serial Angkatan Puisi Esai yang disusun antara 2012 hingga 2024, bukan sekadar antologi.
Ia adalah kesaksian kolektif, catatan luka dan harapan, yang ditulis dengan cara baru—dan untuk mengingat dengan cara baru pula.
-000-
Baca Juga: Catatan Denny JA: Kampanye Negatif untuk Terpilih Menjadi Pemimpin
Kitab 1: Kelahiran dan Masa-Masa Awal (2012–2014)
Kitab ini menandai kelahiran puisi esai sebagai bentuk yang tak lazim. Atas Nama Cinta—yang saya tulis sendiri—menjadi tonggak awalnya.
Tema diskriminasi etnis, agama, dan gender menjadi nyala awal yang membakar jalan baru. Penulisnya tak hanya penyair, tetapi juga akademisi, aktivis, dan jurnalis—mereka yang membawa pengalaman langsung dari medan sosial.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika Universitas Harvard Memilih untuk Melawan Presiden Donald Trump
Kitab 2: Menuju Indonesia (2015–2019)
Dalam fase ini, puisi esai menjelma menjadi suara Indonesia. Tema-temanya meluas: dari tragedi Lapindo, toleransi Betawi Kampung Sawah, hingga suara perempuan di pedalaman.
Setiap puisi menghadirkan realitas sosial yang getir, dituturkan dengan narasi yang menggugah, dan diperkuat oleh catatan kaki sebagai tulang punggung faktualnya.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Menunggu Hasil Perang Melawan Korupsi Ala Presiden Prabowo Subianto
Kitab 3: Menuju Mancanegara (2020–2024)
Kitab ini menandai ekspansi. Puisi esai mulai ditulis dan dibaca di Malaysia, Brunei, Thailand, Singapura, bahkan sampai mengangkat tragedi My Lai, spiritualitas Ashin Jinarakkhita, hingga keresahan dari Palestina.
Inilah babak diplomasi budaya—ketika puisi menjadi jembatan lintas batas, lintas bangsa.
Kitab 4: Puisi Esai dalam Kritik dan Esai (2012–2024)
Kitab keempat menampung kritik, tafsir, dan refleksi filosofis dari tokoh-tokoh penting: Sapardi Djoko Damono, Ignas Kleden, Sutardji Calzoum Bachri, Berthold Damshäuser, dan banyak lainnya.
Inilah bukti: puisi esai telah masuk ke ranah diskursus intelektual, dan sah disebut sebagai angkatan sastra baru dalam sejarah Indonesia.
-000-
Lima Gagasan Utama Puisi Esai
1. Puisi sebagai Kesaksian Sosial
Ia bukan sekadar alat ekspresi, tetapi juga alat kesaksian. Puisi esai mencatat luka: kekerasan, diskriminasi, penghilangan. Catatan kaki menjadi jembatan antara imajinasi dan kenyataan.
2. Naratif dan Dramatis
Setiap puisi memiliki tokoh, konflik, dan klimaks. Ia menyentuh dengan struktur cerita yang mengguncang, seperti cerpen, namun dengan daya pukau puisi.
3. Siapa Pun Bisa Menulisnya
Puisi esai mendobrak eksklusivitas. Penyair bukan lagi syarat mutlak. Aktivis, akademisi, bahkan politisi pun turut menulis dan menyuarakan.
4. Melawan Budaya Lupa
Di tengah dunia yang makin cepat dan makin pelupa, puisi esai hadir sebagai museum hidup. Ia menolak lupa, dan menolak untuk move on dari luka yang belum selesai.
5. Dari Genre Menjadi Angkatan
Puisi esai tak sekadar bentuk baru, ia adalah gerakan. Dengan ratusan penulis dan ribuan halaman, ia menjadi bagian dari kanon kesusastraan Indonesia kontemporer.
-000-
Kekuatan dan Kelemahan Puisi Esai
Kekuatan:
*Naratif dan emosional, bercerita seperti cerpen, menyentuh seperti puisi.
*Catatan kaki sebagai inovasi, membuka ruang refleksi faktual.
*Merangkul banyak profesi, membebaskan sastra dari sekat elite.
*Dokumentasi kolektif, menjadi arsip sosial sebuah bangsa.
Kelemahan:
*Risiko kehilangan lirisisme, jika terlalu berat pada data.
*Keseragaman struktur, bisa menjebak gaya menjadi monoton.
Di balik segala inovasi dan keterbukaan, puisi esai tak luput dari sorotan tajam. Ada yang meragukan kedalaman estetikanya.
Ada pula yang melihatnya sebagai manifestasi isu-isu sosial belaka.
Tapi justru di sini, dalam ruang debat dan kritik, puisi esai menemukan relevansinya. Ia tumbuh bukan hanya di hati pembaca, namun juga di arena dialektika sastra Indonesia.
-000-
Puisi esai lahir dari keretakan sejarah: Reformasi 1998, diskriminasi etnis Tionghoa, intoleransi agama, hingga korupsi yang menghancurkan harapan.
Saya, Denny JA, memulainya bukan sebagai penyair, tetapi sebagai peneliti publik dan aktivis yang percaya bahwa puisi harus hadir di jalan, di kantor polisi, bahkan di ruang pengadilan sejarah.
Puisi tidak boleh hanya hidup di kafe sastra atau simposium akademik. Ia harus menjadi suara yang melibatkan, bukan sekadar mengagumkan.
Di tengah pujian, suara sumbang menggemakan keraguan:
"Di mana letak sublim puisi jika ia terjangkar pada fakta?
Bisakah catatan kaki menjadi nisan bagi keindahan yang tak terukur?"
Jawabannya terhampar dalam sejarah.
Baudelaire menulis "Les Fleurs du Mal" di tengah revolusi. Pramoedya merajut "Bumi Manusia" dengan riset dan amarah.
Puisi esai bukan pengkhianatan terhadap lirisisme. Ia evolusi: merangkul zaman yang meminta puisi
tak hanya menggugah jiwa, tapi juga membukakan mata.
-000-
Di zaman yang cepat, cemas, dan lupa, puisi esai datang sebagai pengingat. Ia bukan sekadar estetika, tapi juga etika. Ia bukan sekadar suara, tapi juga sejarah.
Empat kitab ini bukan hanya proyek penerbitan, tapi bagian silsilah kesadaran kolektif.
Dan jika suatu hari bangsa ini kembali tergelincir dalam kegelapan sejarah, mungkin di lembar-lembar puisi esai inilah kita akan kembali menemukan salah satu cahayanya.***
Jakarta, 24 Mei 2025
Empat buku Angkatan Puisi Esai bisa diakses dan disebarkan melalui tautan berikut:
*Kitab Pertama:
https://drive.google.com/file/d/1a2Yo8DyRwOZAnvK5zgzL-s2o-fHyTcoG/view?usp=drivesdk
*Kitab Kedua:
https://drive.google.com/file/d/1BC3nfz--wPLSlecwDibqjP_EF3w_2fPe/view?usp=drivesdk
*Kitab Ketiga:
https://drive.google.com/file/d/1yFqt_L_rPFfLne39QIwUYmLwYRL7bJxi/view?usp=drivesdk
*Kitab Keempat:
https://drive.google.com/file/d/12R-TrLq8SvBOLTz2qTYOytOOrYlxsvuW/view?usp=drivesdk
-000-
Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World
https://www.facebook.com/share/p/16DwFW5YQW/?mibextid=wwXIfr