Dana Abadi Penghargaan Penulis dari Denny JA Foundation
- Penulis : Arseto
- Rabu, 21 Mei 2025 08:10 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Pada suatu malam musim dingin di London, Abi Daré berdiri di podium dengan tangan sedikit gemetar. Ia baru saja menerima Climate Fiction Prize pertama dalam sejarah.
Bukunya, And So I Roar, menggema di ruangan yang penuh tepuk tangan. Abi bukan hanya penulis. Ia adalah suara dari desa-desa Afrika yang jarang didengar, kini bersinar di panggung global.
Di sisi lain dunia, di Swansea, Yasmin Zaher, penulis dan jurnalis asal Palestina, memeluk naskah bukunya yang menang penghargaan Dylan Thomas Prize.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Menemukan Jalan Karier Sejati
Ia menulis dari ingatan tentang Yerusalem, tentang luka, eksil, dan kerinduan yang tak henti. Kemenangannya bukan sekadar kemenangan sastra. Itu pernyataan: bahkan dalam ketercerabutan, kata-kata bisa menjadi rumah.
Dua kisah ini bukan dongeng. Ini nyata. Dan keduanya berakar dari sebuah penghargaan.
Abi Daré, lewat novelnya, menyoroti pentingnya narasi Afrika dalam fiksi iklim. Ia juga mendirikan The Louding Voice Foundation untuk mendukung perempuan Nigeria melalui pendidikan.¹
Baca Juga: Catatan Denny JA: Akhirnya yang Menang adalah Cinta
Yasmin Zaher menulis tentang wanita Palestina kaya di New York, yang memikul trauma dan dislokasi budaya.² Karya ini dipuji karena gayanya yang puitis dan eksplorasi identitas yang tajam.
Dua penghargaan ini memperlihatkan bahwa penghargaan kepada penulis dapat menjadi cahaya: menyorot suara yang nyaris tak terdengar, membuka jalan bagi perubahan sosial, dan memperkuat identitas budaya.
-000-
Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika Nanti Amerika Serikat Mengakui Negara Palestina Tanpa Hamas
Dengan semangat yang sama, Denny JA Foundation membangun dana abadi penghargaan untuk lintas wilayah dan genre, disalurkan melalui tiga komunitas.
Empat kategori telah dimulai tahun 2024:
• Lifetime Achievement Award untuk Ahmad Tohari, penulis yang mengangkat suara rakyat kecil dalam sejarah desa Indonesia.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Penentu Utama Meraih Mimpi
• Fiksi untuk Ester Haluk, perempuan Papua, penyair dan aktivis, yang menulis puisi tentang Papua yang luka.
• Nonfiksi untuk Dion Mokoginta, dari Bolmong, yang menulis ulang sejarah lokal dalam narasi yang berbeda.
• Puisi Esai Internasional untuk Jasni Matlani dari Malaysia, yang memperluas tapal batas puisi esai ke Asia Tenggara.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Papua yang Luka dan Melahirkan Puisi
Setiap nama membawa semesta. Penghargaan ini bukan hanya soal uang, tapi pengakuan simbolik yang mampu mengubah hidup dan mengguncang budaya.
Untuk tahun 2024, para pemenang menerima sertifikat dan dana tunai: Rp50 juta untuk Lifetime Achievement, dan Rp35 juta untuk kategori lainnya.
Penghargaan Denny JA Foundation disalurkan melalui tiga komunitas: Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena, Lembaga Kreator Era AI, dan Komunitas Puisi Esai.
-000-
Mengapa penting mentradisikan penghargaan bagi penulis?
Pertama, karena penulis adalah penjaga kata. Dan kata, sebagaimana André Malraux katakan, adalah “senjata sunyi revolusi manusia.”
Penulis bukan hanya pencatat sejarah. Mereka pencipta makna. Namun banyak dari mereka hidup dalam kekurangan. Penghargaan menjadi oksigen agar kata terus bernapas.
Kedua, karya sastra adalah jembatan empati. Melalui tulisan, kita diajak masuk ke kulit orang lain, merasakan luka yang bukan milik kita. Tanpa itu, bangsa hanya tumbuh dalam statistik, bukan dalam jiwa.
Ketiga, di era digital yang brutal dan cepat, karya tulis mendalam terancam punah. Tanpa insentif, kita akan tenggelam dalam generasi konten kilat tanpa makna.
Penghargaan bukan sekadar penyegar. Ia adalah investasi substansi jangka panjang.
-000-
Mengapa banyak penghargaan penulis di Indonesia tak bertahan lama?
Karena tidak dibangun dengan model keberlanjutan. Banyak penghargaan bergantung pada tokoh, bukan sistem; pada anggaran tahunan, bukan dana abadi.
Indonesia juga kekurangan filantropi budaya: keberanian untuk menyisihkan laba bisnis demi menopang kerja kebudayaan.
Melalui Denny JA Foundation, saya menanam model baru: menyisihkan saham dari bisnis pribadi untuk membangun fondasi abadi.
Tak hanya untuk sastra, tapi juga untuk spiritualitas lintas iman di kampus. Di dunia yang retak oleh polarisasi, pertemuan antar-keyakinan adalah obat langka yang harus dirawat.
-000-
Yang membuat penghargaan ini istimewa bukan hanya nilai uangnya, tetapi arah pandangnya: ke tepian.
Ahmad Tohari tak menulis dari ibu kota. Dion Mokoginta tak punya akses ke gedung penerbit Jakarta. Ester Haluk tak tampil di festival sastra metropolitan.
Ini bukan tentang selebritas penulis. Ini tentang keadilan estetik dan simbolik.
Seperti pernah diperjuangkan Gramsci: yang lokal tak kalah layak dikenang dibanding yang global.
Denny JA Foundation adalah eksperimen. Bukti bahwa di tengah dunia yang diguncang AI, perang, dan krisis spiritual, masih ada ruang bagi kata-kata yang mendalam, bagi penghargaan yang memberi harapan.
Di kelas-kelas kampus, spiritualitas kini diajarkan. Di daerah-daerah, penghargaan penulis menyalakan api kecil.
Warisan sejati bukan saldo abadi, bukan bangunan tinggi, tapi nyala yang terus hidup dalam diri para penulis, bahkan ketika lampu dunia padam.
“Jika sebuah komunitas menghormati penulisnya, ia sedang menanam pohon untuk generasi yang belum lahir.”
Tahun 2024 adalah tahun ketika Denny JA Foundation ikut serta menanam pohon itu.***
Jakarta, 21 Mei 2025
CATATAN:
1. Abi Daré wins the inaugural Climate Fiction Prize, The Guardian, 14 Mei 2025
2. Palestinian author Yasmin Zaher wins Dylan Thomas Prize for The Coin, The Guardian, 15 Mei 2025
-000-
Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World