In Memoriam Harry Wibowo: Jejak Langkah Aktivis-Pemikir yang tak Pernah Mundur
- Penulis : Rhesa Ivan
- Senin, 19 Mei 2025 08:07 WIB

Oleh Denny JA
ORBITINDONESIA.COM - Pagi ini, 19 Mei 2025, saya mendapat kabar: Harwieb (Harry Wibowo) telah pergi.
Langit Jakarta tampak biasa-biasa saja. Namun di dalam dada saya, sesuatu runtuh perlahan. Seorang sahabat lama, seorang aktivis-pemikir, dan pemikir-aktivis yang langka, telah kembali ke pangkuan keabadian.
Baca Juga: Sektor Wisata Berdenyut Kencang, Ekonomi Bali Bangkit
Saya teringat wajahnya dalam potongan koran Kompas tahun 1986. Di halaman satu, terpampang foto kami bertiga: saya, mewakili Kelompok Studi Jakarta; Taufik Rahzen dari Yogyakarta; dan Harry Wibowo, dari Bandung.
Usia kami masih muda, antara 23 dan 26 tahun. Namun semangat kami telah menua sebelum waktunya, mengunyah wacana, memuntahkan perlawanan melalui ide.
Selama tiga hari berturut-turut, Kompas menulis tentang gelombang baru gerakan mahasiswa: dari demonstrasi ke studi, dari kerumunan jalanan ke percakapan malam yang membentuk naskah pemikiran.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA Menyambut Waisak: Bunga Meditasi untuk Tina Turner
Berita itu muncul sekian waktu setelah kolom saya sebelumnya di Harian Kompas. Saya menulis opini berjudul “Negara, Masyarakat, dan Mahasiswa” yang dimuat pada 11 Juni 1986.¹
Kolom itu menyatakan bahwa telah lahir generasi baru. Tak seperti aktivis 1966 atau 1970-an, kami lebih menyerupai Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sutomo. Mereka membangun bangsa dari meja diskusi, dari naskah dan gagasan.
-000-
Baca Juga: Catatan Denny JA: Menemukan Jalan Karier Sejati
Harry Wibowo, atau Harwieb begitu kami menyebutnya, adalah wajah khas dari gerakan itu. Di setiap pertemuan, di setiap diskusi, ia seperti tak pernah datang sendiri.