China dan Amerika Serikat Akan Mulai Negosiasi Tarif di Swiss
- Penulis : Abriyanto
- Kamis, 08 Mei 2025 00:30 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Wakil Perdana Menteri China, He Lifeng akan bertemu dengan Menteri Keuangan Amerika Serikat Scott Bessent di Swiss sebagai negosiasi awal penyelesaian perang tarif antara dua negara besar tersebut.
"Baru-baru ini, AS berulang kali mengatakan ingin berunding dengan China. Pertemuan ini diminta oleh pihak AS," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing pada Rabu, 7 Mei 2025.
Dalam rilis yang disampaikan Kementerian Luar Negeri China sebelumnya disebutkan Wakil Perdana Menteri He Lifeng akan mengunjungi Swiss pada 9-12 Mei 2025 atas undangan pemerintah Swiss.
Baca Juga: Produsen Mobil China Genjot Ekspansi Global
Selama kunjungannya ke Swiss, Wakil PM He Lifeng yang bertanggung jawab atas urusan ekonomi dan perdagangan China-AS, akan mengadakan pertemuan dengan pejabat AS yang bertanggung jawab atas urusan Keuangan, Scott Bessent.
Selanjutnya ada 12-16 Mei 2025, Wakil PM He akan ke Prancis untuk menjadi ketua bersama dalam Dialog Ekonomi dan Keuangan Tingkat Tinggi China-Prancis ke-10.
"China dengan tegas menentang kenaikan tarif AS. Posisi ini tetap tidak berubah," kata Lin Jian. Namun, ucap Lin Jian, China terbuka untuk berdialog yang harus didasarkan pada kesetaraan, rasa hormat, dan saling menguntungkan.
Baca Juga: Otoritas Irlandia Denda TikTok Rp9,8 T Karena Transfer Data ke China
"Menekan atau memaksa China dengan cara apa pun tidak akan berhasil. Kami akan dengan tegas melindungi kepentingan sah kami dan menegakkan keadilan dan kewajaran internasional," tambah Lin Jian.
Lin Jian juga menyebut ekonomi China saat ini tetap stabil meski terkena tarif timbal balik dari AS.
"Tidak ada guncangan eksternal yang dapat mengubah fundamental ekonomi China dengan fondasi yang stabil, punya banyak keunggulan, ketahanan yang luar biasa, dan potensi yang besar," ujar Lin Jian.
Baca Juga: Masakan Asia Tenggara Kian Digemari di Kota Nanning, China
AS, kata Lin Jian, juga tidak dapat mengubah tren kemajuan China yang konsisten dalam mengejar pembangunan berkualitas tinggi.
"China sangat tangguh di bawah tekanan dan memiliki perangkat lengkap untuk mempertahankan hak dan kepentingan sah kami, dan siap bekerja dengan komunitas internasional untuk menentang unilateralisme, proteksionisme dan menjaga sistem perdagangan multilateral serta menegakkan keadilan dan kesetaraan internasional," jelas Lin Jian.
Lin Jian juga menyebut sikap China terhadap tarif tidak berubah meski sebelumnya China mengaku enggan untuk berunding dengan AS tanpa AS lebih dulu menghapuskan tarif timbal balik.
Baca Juga: Merek China Jaecoo Berekspansi di Indonesia, Targetkan 40 Diler pada Tahun Pertama
"Tidak ada perubahan dalam posisi China. Perang tarif ini dimulai oleh AS dan jika solusi yang dinegosiasikan benar-benar diinginkan AS, AS harus berhenti mengancam dan memberikan tekanan, dan mengupayakan dialog dengan Tiongkok atas dasar kesetaraan, rasa hormat, dan saling menguntungkan," kata Lin Jian.
China, menurut Lin Jian akan tetap mempertahankan aturan WTO dan sistem perdagangan multilateral. Namun mengenai hal-hal spesifik tentang pertemuan Wakil PM He tersebut, Lin Jian belum mau menyebutkan secara detail.
Pemerintahan Donald Trump mengenakan tarif hingga 245 persen atas barang-barang impor dari China. Rinciannya adalah tarif timbal balik sebesar 125 persen, tarif 20 persen terkait masalah fentanil, dan tarif "Section 301" atas barang-barang tertentu, antara 7,5 hingga 100 persen.
Baca Juga: Beijing: Video CIA Berbahasa Mandarin untuk Rekrut Mata-mata China adalah Bentuk Provokasi
Sedangkan China pada 11 April 2025 sudah mengumumkan penerapan tarif impor sebesar 125 persen untuk barang-barang AS atau naik dari tadinya 84 persen. Tindakan tersebut merupakan respon dari penerapan tarif 125 persen yang ditetapkan Presiden Trump pada 10 April untuk barang-barang asal China.
Trump sudah memberi negara-negara lain jeda tarif selama 90 hari hingga 8 Juli 2025, karena para pemimpin negara tersebut berjanji untuk bernegosiasi dengan AS, meski China tetap menjadi pengecualian.
Beijing juga menerapkan langkah-langkah ekonomi lainnya sebagai wujud pernyataan untuk "berjuang sampai akhir" seperti dengan membatasi ekspor mineral tanah jarang dan mengajukan sejumlah tuntutan kasus terhadap AS di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Baca Juga: China: Pintu Terbuka Bila Amerika Serikat Mau Berunding, Syaratnya Berhenti Mengancam dan Menekan
Berdasarkan laman Perwakilan Dagang AS, total nilai perdagangan AS dan China pada 2024 mencapai 582,4 miliar dolar AS. Ekspor barang AS ke China mencapai 143,5 miliar dolar AS sedangkan ekspor China ke AS mencapai 438,9 miliar dolar AS sehingga AS mengalami defisit perdagangan barang dengan China mencapai 295,4 miliar dolar AS.***