Lomba Menulis Puisi Esai Berhadiah, Menyambut Festival Puisi Esai ASEAN ke-4 di Malaysia
- Penulis : Arseto
- Rabu, 30 April 2025 09:23 WIB

Di luar tiga penulis itu, hadir 62 penulis lain yang sudah malang melintang soal puisi esai, mulai dari Agus Sarjono hingga Fatin Hamama, D. Kemalawati hingga Isbedy Stiawan, Anwar Putra Bayu hingga Nia Samsihono, Ahmad Gaus, Anick HT hingga Isti Nugroho.
Beberapa menulis tentang anak hilang karena tenggelam. Tentang korban pelecehan seksual di pesantren. Tentang ibu yang diam-diam menjual ginjal demi biaya sekolah anak.
Cerita-cerita itu dirajut dalam bentuk sastra. Sebab terkadang, hanya lewat puisi, luka terdalam bisa menemukan artinya.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Berhadapan dengan Makam Nabi Muhammad SAW
-000-
Tiga alasan mengapa Festival Puisi Esai ASEAN begitu penting:
Pertama, puisi esai mengangkat isu-isu kemanusiaan yang kerap diabaikan media arus utama. Di balik riuh politik dan statistik, ada manusia-manusia kecil dengan luka besar yang tak bersuara.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Gunung Batu Berseni Itu, Al Ula Saksi Sejarah
Puisi esai memberi mereka suara—bukan dari menara gading, tapi dari sunyi batin. Ia menyuarakan trauma dan harapan dari sudut yang paling personal. Membaca puisi esai adalah menyerap penderitaan tanpa teriakan. Ia menyusup perlahan, menusuk lembut, dan meninggalkan jejak di kesadaran.
Kedua, festival ini membuka ruang perjumpaan lintas bangsa. Di Sabah, penyair dari Indonesia, Singapura, Brunei, dan lainnya duduk satu panggung. Mereka membawa kisah masing-masing, namun menemukan bahwa air mata dan tawa tak mengenal perbatasan.
Bahasa berbeda, namun pengalaman hidup berpantulan. Seorang ibu di Manila yang kehilangan anak akibat geng bisa bersahabat dengan puisi tentang perempuan Aceh yang bertahan dalam patriarki. Di sinilah puisi menjadi jembatan kemanusiaan—mengikat yang serupa, merangkul yang berbeda.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Emha Ainun Nadjib, Penjaga Mata Air Spiritual Nusantara
Ketiga, festival ini ruang regenerasi. Di era atensi singkat dan tren cepat berubah, Gen Z ditantang mencari kedalaman. Festival ini memberi mereka panggung bukan hanya sebagai penonton, tapi pencipta.