Wednesday, Apr 16, 2025
Kolom

Catatan Denny JA: Menuju Perang Dingin 2.0, dan Kekalahan Amerika Serikat?

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Kekuatannya semakin nyata lewat dominasi manufaktur global yang mencapai hampir 30 persen, sedangkan Amerika hanya 16 persen (Congressional Research Service, 2022).

Ketergantungan global terhadap produksi China menjadikan banyak negara enggan berkonflik terbuka dengannya.

Dari barang elektronik hingga pakaian, mainan hingga panel surya, dunia seakan tak bisa melepaskan genggaman ekonomi China.

Baca Juga: Catatan Denny JA: 10 Pesan Spiritual Universal, Realitas Itu Bersifat Spiritual

-000-

Namun, keunggulan sejati China terletak pada model Kapitalisme Negara yang diterapkannya (Kissinger, 2011). Sistem ini memungkinkan pengambilan keputusan cepat dan investasi besar tanpa gangguan perdebatan politik berkepanjangan.

Belt and Road Initiative (BRI), dengan investasi lebih dari 1 triliun dolar di lebih dari 60 negara, menciptakan jaringan pengaruh global yang masif (Allison, 2017).

Baca Juga: Catatan Denny JA: Menyerukan Kebenaran dan Keadilan

Di sisi lain, Amerika Serikat terjebak dalam pertarungan politik internal. Demokrasi yang dulu jadi kebanggaan kini terasa lambat merespons perubahan global yang cepat.

Keputusan strategis tertunda, birokrasi memanjang, dan polarisasi politik melemahkan respons Amerika terhadap ancaman global.

Era digital juga menunjukkan China mulai menyalip Amerika di sektor krusial seperti teknologi 5G, kecerdasan buatan, kendaraan listrik, dan energi terbarukan (Congressional Research Service, 2022).

Baca Juga: Catatan Denny JA: Janji Kampanye Donald Trump yang Menyulitkan Pemerintahan Baru

Perusahaan seperti Huawei, Alibaba, dan BYD kini setara bahkan melampaui beberapa raksasa teknologi Amerika. Sedangkan Amerika bergumul dalam regulasi privasi data dan isu etika teknologi, China melangkah cepat dan agresif tanpa hambatan.

Halaman:

Berita Terkait