Catatan Denny JA: Agama Bertahan Bukan Karena Kebenaran Fakta Sejarahnya
- Penulis : Krista Riyanto
- Rabu, 05 Maret 2025 14:10 WIB

Teori sosiologi klasik memandang agama sebagai produk institusi. Tetapi Prinsip Kedua yang saya bangun menegaskan bahwa kekuatan agama ada pada psikologi kolektif yang menopangnya.
Manusia tidak percaya hanya karena bukti, tetapi bisa juga karena kebersamaan dalam keyakinan.
Ketika Galileo membuktikan bahwa bumi mengitari matahari, gereja menolak bukan karena kurangnya bukti, tetapi karena keyakinan lama lebih mengakar.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Perempuan Menjadi Nahkoda Kapalnya Sendiri, 89 Tahun NH Dini
Demikian pula, umat Kristen percaya Yesus bangkit bukan karena mereka pernah melihatnya, tetapi karena kebangkitan itu menjadi inti dari komunitas iman mereka.
Dalam Islam, Mi’raj Nabi Muhammad tak bisa diverifikasi, tetapi tetap diyakini karena kisah itu menghubungkan umat dengan dimensi spiritual yang lebih tinggi.
Gagasan baru dari teori ini adalah bahwa agama bertahan karena ia menjadi identitas kolektif, bukan karena ia lolos uji ilmiah.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Menyambut Peluncuran Buku Puisi Esai Negara Dalam Gerimis Puisi Karya Isti Nugroho
Ketiga: Narasi yang Dihidupkan Lebih Kuat daripada Sejarah yang Tersimpan
Teori lama menilai agama dari teks dan institusi. Tetapi teori ini melihat agama sebagai narasi yang terus dihidupkan oleh komunitasnya.
Zeus dan Athena dulu adalah dewa-dewa besar. Kini, mereka hanya mitologi. Mengapa? Bukan hanya karena mereka salah, tetapi karena tak ada lagi komunitas yang menghidupkan kisah mereka.
Sebaliknya, Yesus, Muhammad, dan Buddha tetap hidup karena kisah mereka terus diceritakan dalam doa, ritual, dan budaya.