DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Catatan Denny JA: Agama Bertahan Bukan Karena Kebenaran Fakta Sejarahnya

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Selama berabad-abad, hukum gravitasi Newton dianggap sebagai kebenaran mutlak. Newton menggambarkan gravitasi sebagai gaya tarik antar benda bermassa, yang menjelaskan pergerakan planet dan jatuhnya apel ke tanah.

Namun, pada awal abad ke-20, Einstein memperkenalkan Teori Relativitas Umum, yang mengubah paradigma. Gravitasi bukan lagi gaya, melainkan akibat kelengkungan ruang-waktu oleh massa.

Teori ini terbukti dengan pengamatan gerhana matahari tahun 1919, ketika cahaya bintang melengkung akibat gravitasi matahari.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Perempuan Menjadi Nahkoda Kapalnya Sendiri, 89 Tahun NH Dini

Ilmu pengetahuan berkembang, bukan karena Newton salah, tetapi karena Einstein memberikan pemahaman yang lebih dalam. Paradigma berganti, tetapi pencarian kebenaran terus berlanjut.

Jika dalam sains saja kebenaran tidak mutlak, bagaimana dengan agama? Agama tidak bertumpu pada metode ilmiah. Ia bertumpu pada komunitas, pada tradisi, pada makna yang ia berikan kepada manusia.

Sebuah narasi agama bisa berlawanan dengan sejarah, tetapi tetap bertahan. Karena bagi manusia, yang lebih penting bukanlah “apa yang terjadi,” tetapi “apa yang berarti.”

Baca Juga: Catatan Denny JA: Menyambut Peluncuran Buku Puisi Esai Negara Dalam Gerimis Puisi Karya Isti Nugroho

-000-

Di dunia ini, ada banyak kisah yang hidup dalam ingatan manusia, meski bertentangan dengan sejarah.

Di dalam Kristen, anak Ibrahim yang hampir dikorbankan adalah Ishak.
Di dalam Islam, anak itu adalah Ismail.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Menyambut Agama di Era Artificial Intelligence, Tak Bersama Durkheim, Weber, dan Karl Marx

Dua versi, dua keyakinan, dua komunitas besar. Keduanya tak bisa benar secara bersamaan dalam ranah sejarah. Pasti ada yang salah dalam klaim itu. Jika bukan Ishak, maka Ismail yang salah.

Halaman:

Berita Terkait