Catatan Denny JA: Agama Bertahan Bukan Karena Kebenaran Fakta Sejarahnya
- Penulis : Krista Riyanto
- Rabu, 05 Maret 2025 14:10 WIB

“Apa yang kau cari?” tanya imam.
“Kebenaran,” jawab ilmuwan.
“Kebenaran itu seperti apa?”
Baca Juga: Catatan Denny JA: Perempuan Menjadi Nahkoda Kapalnya Sendiri, 89 Tahun NH Dini
“Yang bisa dibuktikan.”
Sang imam tersenyum. “Lalu bagaimana dengan kebenaran yang tak butuh bukti, tetapi tetap hidup lebih lama dari segalanya?”
Di abad ke-20, Thomas Kuhn menulis The Structure of Scientific Revolutions, sebuah buku yang mengubah cara pandang kita tentang ilmu pengetahuan.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Menyambut Peluncuran Buku Puisi Esai Negara Dalam Gerimis Puisi Karya Isti Nugroho
Ia menunjukkan bahwa bahkan dalam sains, kebenaran tidak bersifat mutlak. Sains berkembang dalam paradigma. Sebuah teori diterima bukan karena ia mutlak benar, tetapi karena komunitas ilmiah sepakat untuk menerimanya.
Kita sering berpikir bahwa sains adalah wilayah absolut. Di sana kebenaran ditemukan dengan objektivitas mutlak. Tetapi kenyataannya, sejarah sains penuh dengan revolusi. Melalui waktu, satu “kebenaran” digantikan oleh yang lain.
Ptolemeus berkata bumi adalah pusat alam semesta. Itu menjadi “kebenaran” selama lebih dari seribu tahun. Ini terjadi bukan karena ia terbukti secara ilmiah, tetapi karena ia diterima oleh komunitas manusia.
Lalu datang Copernicus, Galileo, Newton, Einstein. Paradigma berubah. Pusat dari tata surya kita ternyata matahari, bukan bumi.