DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Catatan Denny JA: Agama Bertahan Bukan Karena Kebenaran Fakta Sejarahnya

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Di dalam masjid, kisah Yesus yang diselamatkan—tidak mangkat disalib—bukan hanya sebuah ajaran, tetapi bagian dari pemahaman bahwa Tuhan selalu melindungi utusan-Nya.

Bagaimana mungkin dua fakta yang bertentangan itu, mangkat disalib versus tidak mangkat disalib, keduanya bisa diyakini oleh penganut dua agama terbesar di dunia? Salah satu dari fakta di atas pasti ada yang salah.

Sekali lagi kita menyaksikan. Bahkan ketika bukti sejarah berkata lain, iman tidak runtuh. Karena agama bukan soal bukti, tetapi soal rasa memiliki, soal keterikatan kepada sesuatu yang lebih besar daripada diri sendiri.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Perempuan Menjadi Nahkoda Kapalnya Sendiri, 89 Tahun NH Dini

-000-

Ada tiga gagasan baru yang membedakan prinsip yang saya kembangkan ini dari teori sebelumnya.

Pertama: Arkeologi dan Sejarah Tak Lagi Jadi Hakim Tunggal Bertahannya Agama.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Menyambut Peluncuran Buku Puisi Esai Negara Dalam Gerimis Puisi Karya Isti Nugroho

Dalam teori klasik, ada anggapan bahwa semakin banyak bukti sejarah yang mendukung suatu ajaran, semakin kuat agama itu. Tetapi dalam realitasnya, agama tetap bertahan meskipun banyak kisahnya tidak dapat diverifikasi.

Para arkeolog mencari jejak Musa dan eksodus Israel, tetapi tak menemukannya. Namun, kisah itu tetap suci bagi jutaan orang.

Para sejarawan meragukan kronologi kelahiran Yesus di Betlehem, tetapi Natal tetap dirayakan setiap tahun di seluruh dunia.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Menyambut Agama di Era Artificial Intelligence, Tak Bersama Durkheim, Weber, dan Karl Marx

Kedua: Psikologi Kolektif Lebih Menentukan daripada Verifikasi Ilmiah.

Halaman:

Berita Terkait