Lin Jian: China Dukung Penyelesaian Masalah Myanmar dengan Cara ASEAN
- Penulis : Abriyanto
- Sabtu, 08 Februari 2025 09:01 WIB
![image](https://img.orbitindonesia.com/2025/02/08/20250208082533Myanmar,_pimpinan_junta_ANTARA.jpg)
ORBITINDONESIA.COM - Kementerian Luar Negeri China menegaskan, negaranya mendukung ASEAN dapat menyelesaikan permasalahan Myanmar sebagai salah satu anggota ASEAN sesuai prinsip dari organisasi regional di Asia Tenggara tersebut.
"Myanmar adalah anggota penting yang tak tergantikan dari keluarga ASEAN. China mendukung ASEAN dalam memelihara solidaritas, memainkan peran positif dan konstruktif sebagai saluran utama dalam mediasi masalah Myanmar," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing pada Jumat, 7 Februari 2025.
Hal tersebut disampaikan Lin Jian setelah Dua pemimpin negara anggota ASEAN yaitu Sultan Hassanal Bolkiah dari Brunei Darussalam dan Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra bertemu secara terpisah dengan Presiden China Xi Jinping pada Kamis, 6 Februari 2025.
Baca Juga: Pakar PBB Serukan Ubah Pendekatan Respons Internasional Terhadap Krisis yang Memburuk di Myanmar
"China mendukung pelaksanaan konsensus lima poin ASEAN tentang Myanmar untuk membantu menstabilkan dan meredakan situasi di Myanmar," tambah Linjian.
Lin Jian menyebut bahwa China dan Myanmar adalah tetangga yang bersahabat.
"Posisi China dalam masalah ini sangat jelas. Kami mengikuti prinsip tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain, mendukung upaya Myanmar untuk menjaga kemerdekaan, kedaulatan, persatuan nasional, dan integritas teritorial," tambah Lin Jian.
Baca Juga: Muslim Rohingya Hadapi Ancaman Baru dari Kelompok Bersenjata Tentara Arakan di Myanmar
China, ungkap Lin Jian juga mendorong berbagai pihak di Myanmar untuk meneraplan konsultasi yang bersahabat menuju rekonsiliasi politik.
"Kami juga mendukung Myanmar dalam memulai kembali proses transisi politik," ungkap Lin Jian.
Myanmar jatuh ke dalam kekacauan sosial, politik, dan ekonomi setelah pada 1 Februari 2021, tentara Myanmar merebut kekuasaan melalui kudeta terhadap pemerintahan Aung San Suu Kyi, tentara junta melancarkan kekerasan terhadap rakyat yang menentang dan memumculkan kelompok oposisi bersenjata di berbagai wilayah.
Baca Juga: 60.000 Warga Rohingya Lari ke Bangladesh untuk Menghindari Konflik di Myanmar
Akibat kekacauan tersebut, Laporan Dewan HAM PBB mengatakan sejak kudeta militer 1 Februari 2021 hingga Juni 2024, sebanyak 5.350 warga sipil tewas.
Lebih dari 1,6 juta orang juga mengungsi dalam 2 tahun terakhir dan sekitar 18,6 juta orang juga membutuhkan bantuan kemanusiaan, tiga perempat atau sekitar 15 juta warga Myanmar mengalami kerawanan pangan.
Selain itu lebih dari separuh populasi jatuh di bawah garis kemiskinan. Pendapatan domestik bruto Myanmar turun lebih dari 12 persen sejak kudeta. Hampir separuh dari warga bertahan hidup hanya dengan uang kurang dari 1 dollar AS per hari.
Baca Juga: Rayakan Hari Kemerdekaan, Junta Militer Myanmar Beri Ampunan Massal dan Bebaskan Ribuan Tahanan
Tidak mengherankan jutaan warga Myanmar mengungsi ke tempat lain, termasuk sekitar 1 juta warga Rohingya yang sebagian besar mengungsi di Cox’s Bazar, Bangladesh, sementara banyak juga yang mengarungi lautan lepas menuju Malaysia, Indonesia, dan Thailand.
Para pemimpin anggota ASEAN telah membuat instrumen penyelesaian konflik di Myanmar yang disebut dengan "Lima Poin Konsensus" sebagai hasil KTT ASEAN di Jakarta, 24 April 2021.
Isi Lima Poin Konsensus adalah menghentikan segera kekerasan dan semua pihak menahan diri; dialog konstruktif semua pihak untuk mencari solusi damai; penunjukan utusan khusus dari Ketua ASEAN yang akan memfasilitasi mediasi dibantu Sekretaris Jenderal ASEAN; bantuan kemanusiaan melalui Pusat Koordinasi ASEAN untuk Bantuan Kemanusiaan pada Penanggulangan Bencana; dan kunjungan utusan khusus dan delegasi ASEAN ke Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak terkait.
Baca Juga: SBMI Gelar Aksi Tuntut Pemerintah Myanmar Menghukum Perusahaan Online Scam
Sayangnya, tidak semuanya berjalan, khususnya terkait pembangunan suasana saling percaya para pihak berkonflik karena masing-masing pihak di Myanmar bertahan pada posisinya, yang membuat penyelesaian krisis jalan di tempat.
Terlebih lagi, sembilan anggota ASEAN berbeda sikap soal Myanmar. Indonesia, Malaysia, Singapura dan Filipina ingin ASEAN tegas pada Myanmar sementara Thailand, Laos, Kamboja dan Vietnam ingin ASEAN lebih berkompromi.
China beberapa kali juga mengklaim telah menjadi mediator kesepakatan damai antara pemerintah junta militer Myanmar dengan kelompok etnis bersenjata. Misalnya pada 18 Januari 2025 China mengatakan junta Myanmar dengan mencapai kesepakatan damai dengan Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar.
Baca Juga: China Dukung Tindakan Thailand Putuskan Aliran Listrik Sindikat Penipu di Myanmar
Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (Myanmar National Democratic Alliance Army atau MNDAA) adalah salah satu dari sejumlah kelompok bersenjata etnis minoritas yang berjuang untuk mengusir militer dari apa yang dianggap sebagai wilayah milik mereka.
Kelompok tersebut merupakan bagian dari apa yang disebut Aliansi Tiga Persaudaraan, bersama Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang (TNLA), dan Tentara Arakan (AA) yang melancarkan serangan terhadap junta militer pada akhir Oktober 2023 di sebagian besar wilayah yang berada di dekat perbatasan China.***