DECEMBER 9, 2022
Puisi

Puisi Esai Denny JA: Marhaen di Abad 21

image
Ilustrasi (Istimewa)

-000-

Rahmat berdiri di tengah kerumunan,
mendengar suara yang menghantam langit malam:

“Saudara-saudaraku!
Kemerdekaan bukan untuk dinanti,
ia adalah hak yang harus diperjuangkan!”

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Awal Mawar yang Berduri

Bung Karno, lelaki yang sering disebut.
Ia berdiri tegap.
Suaranya menikam malam,
memanggil nama yang selama ini tak ia kenal: Marhaen!

Rahmat menelan ludah,
terasa asin keringat yang belum jatuh.
Di dadanya, api Karno membara, di pundaknya, beban leluhur terasa.
Tangannya mengepal, ragu dan berani, antara menggenggam harapan dan pasrah pada takdir.
Dalam hatinya, tanya berbisik pilu:
"Apakah merdeka juga untukku?"

Bung Karno berbicara tentang mereka,
tentang tangan kasar yang berhak atas tanahnya.
Tentang sawah yang harus menjadi milik petani.
Tentang beras yang harus mengenyangkan rakyat sendiri,
tentang perempuan yang harus setara.

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Aku dan Banjir Jakarta

“Gabunglah dengan PNI!” suara itu menggema.
Ini bukan sekadar partai.
Ini adalah perahu bagi yang selama ini karam.

Bung Karno adalah petir yang meledak,
menyambar jiwanya,
membakar sepi yang lama membeku.

Rahmat kini tahu:
sawah ini bukan sekadar sawah,
tetapi medan perjuangan.

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Derita Saijah dan Adinda untuk Indonesia Merdeka

-000-

Halaman:

Berita Terkait