Puisi Esai Denny JA: Marhaen di Abad 21
- Kamis, 06 Februari 2025 10:17 WIB
![image](https://img.orbitindonesia.com/2025/02/06/20250206102349IMG-20250206-WA0000_copy_800x450.jpg)
Negeri ini kaya akan tanah,
tetapi beras kita masih datang dari seberang lautan.
Garam kita asin di laut,
tetapi harus diimpor untuk meja makan.
Gula tumbuh di tanah ini,
tetapi negeri lain memanen manisnya.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Awal Mawar yang Berduri
Marhaen belum menggenggam tanahnya sendiri,
belum merdeka di ladangnya sendiri.
Di bawah langit yang masih kelabu,
cucunya Rahmat menutup buku,
menatap laut yang luas membentang,
dan bertanya:
“Mengapa laut negeriku tak hanya panjang, tapi juga penuh luka?”
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Aku dan Banjir Jakarta
Ombak berbisik tentang kapal yang pergi,
tentang garam yang pulang dengan bendera asing.
Ia genggam pasir, tapi jemarinya kosong,
menjadi lumbung yang terkunci rapat oleh tangan tak kasat mata.
Tanah ini bukan warisan,
melainkan meja makan yang dihidangkan untuk orang lain.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Derita Saijah dan Adinda untuk Indonesia Merdeka
Jakarta, 6 Febuari 2025 ***