DECEMBER 9, 2022
Humaniora

Angkatan Puisi Esai adalah Angkatan Sastra Sui Generis dan Fenomena Internasional

image
(Dari kiri ke kanan) Moderator Ahmad Gaus, penyair dan pengamat Agus R. Sarjono, pengamat sastra Berthold Damshäuser, dan penyair Jamal D. Rahman. (Foto: Satrio)

ORBITINDONESIA.COM - Angkatan Puisi Esai adalah fenomena internasional, dan merupakan angkatan sastra “sui generis,” yang berarti unik dalam jenisnya sendiri, sangat khas, dan tidak ada bandingannya dalam sejarah sastra Indonesia sebelumnya, bahkan dunia.

Hal itu dikatakan pengamat sastra Indonesia asal Jerman Berthold Damshäuser dalam dialog Angkatan Puisi Esai di acara Festival Puisi Esai Jakarta II yang diselenggarakan di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat pada 13-14 Desember 2024.

Dialog hari pertama yang dimoderatori Ahmad Gaus itu menghadirkan penyair dan pengamat Agus R. Sarjono, Jamal D. Rahman, dan pengamat sastra Berthold Damshäuser, yang akrab dipanggil “Pak Trum.”

Baca Juga: Festival Puisi Esai Jakarta 2024 Hadirkan Puluhan Tokoh Sastra Nasional dan Luar Negeri, Cek Jadwal dan Lokasinya

Menurut Pak Trum, Angkatan Puisi Esai disebut “sui generis” karena belum pernah ada generasi atau aliran dalam dunia sastra yang diberi nama genre sastra.

Dalam konteks Indonesia, baru kali ini ada gerakan sastra yang telah berkembang menjadi sebuah angkatan yang sanggup menembus kerangka nasional dengan melintasi perbatasan Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, dan Singapura. “Angkatan Puisi Esai adalah fenomena internasional” tegasnya.

Keunikan lainnya, kata Pak Trum, dalam sejarah sastra tak pernah ada genre yang digagas oleh satu individu. Juga, tak pernah ada genre sastra yang dalam waktu demikian singkat telah mengalami perkembangan sedahsyat puisi esai.

Baca Juga: Membuka Festival Puisi Esai Jakarta ke-2, Denny JA: Penting Memadukan Isu Sosial dan Puisi

Sedangkan Agus R. Sarjono menyatakan, jika Angkatan 2000 yang dikemukakan Korrie Layun Rampan dijadikan patokan, dalam 15 tahun atau 25 tahun setelah Angkatan 2000, dalam perjalanan sastra Indonesia harus diakui bahwa tidak ada sesuatu baru apapun yang muncul, kecuali puisi esai.

“Sejak muncul buku puisi esaiAtas Nama Cinta’ karya Denny JA pada 2012, bermunculan buku demi buku kumpulan puisi esai, yang memiliki basis estetika dan tema yang sama,” ujar Agus.

Singkatnya, dalam sastra Indonesia selama rentang 12 dan 24 tahun setelah Angkatan 2000, secara besar-besaran diisi oleh fenomena baru, yakni puisi esai. “Bahkan, polemik yang diakibatkan oleh puisi esai melampaui semua perdebatan angkatan sastra di Indonesia digabung menjadi satu,” tegas Agus.

Baca Juga: Masa Depan Puisi Esai dan Refleksi tentang Musik Jazz

Sedangkan Jamal D. Rahman sepakat dengan Agus. Ia juga menyatakan, masa depan genre puisi esai dan Angkatan Puisi Esai akan banyak ditentukan oleh generasi Z (Gen Z), di era yang sudah akrab dengan kecerdasan buatan atau AI (artificial intelligence). Generasi muda masa kini yang juga sangat akrab dengan media sosial.

Halaman:
1
2

Berita Terkait