Puisi Esai Denny JA: Pejuang Itu Mati dalam Status Tahanan Politik
- Rabu, 05 Februari 2025 08:51 WIB
![image](https://img.orbitindonesia.com/2025/02/05/20250205085617IMG-20250205-WA0004_copy_800x450.jpg)
Tetapi Sjahrir percaya pada angin,
pada arus yang membimbing pelaut,
pada suara yang berbicara tanpa mencengkeram.
Lama-lama, namanya hanya gaung di koridor,
wajahnya hanya bayangan di buku sejarah.
-000-
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Berdirinya Partai Politik Pertama
Lalu datang tuduhan.
Ia yang pernah menjadi tulang punggung republik,
dituduh sebagai bayangan yang berkhianat.
Ia yang hanya memiliki pena dan gagasan,
dituduh menghunus pisau di tengah kegelapan.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Awal Mawar yang Berduri
Di sebuah pagi yang tak berbunyi,
ia dijemput oleh tangan yang dulu bersalaman.
Bukan oleh penjajah,
tetapi oleh negaranya sendiri.
Bung Karno diam.
Bung Hatta membela,
tapi suaranya kalah oleh keriuhan zaman.
Sejarah menuliskannya di sela-sela,
seperti catatan kaki yang terlupakan.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Aku dan Banjir Jakarta
Di dalam sel yang lebih sempit dari pikirannya,
Sjahrir melihat tubuhnya menipis.
Kakinya tak lagi mampu berlari,
tetapi pikirannya masih terbang lebih tinggi dari temboknya.