DECEMBER 9, 2022
Kolom

Memperluas Tafsir Kurban Hewan: Kurban Tak Sebatas Bahimatul An'am

image
Ahmadie Thaha

Wawancara Sa’duddin tersebut segera menimbulkan perdebatan luas di platform media sosial di Mesir dan dunia Arab. Umumnya, mereka menolak. 

Mufti Mesir, Dr. Syauqi ‘Allam, dalam fatwa sebelumnya di situs web Darul Ifta’, menjawab pertanyaan tentang kebolehan berkurban dengan unggas. Dia menjelaskan, “Tidak diperbolehkan berkurban kecuali hewan tersebut termasuk jenis an’am, yaitu unta, sapi, dan kambing.”

Menurut Syauqi, pendapat yang mengatakan diperbolehkannya berkurban dengan setiap hewan yang dagingnya boleh dimakan adalah pendapat yang lemah dan tidak dianggap dalam fatwa, serta bertentangan dengan praktik umat yang mapan. 

Baca Juga: Kurban dan Cinta (Refleksi Hari Raya Idul Qurban)

Dia menambahkan, apa yang dikatakan Ibnu Abbas tentang kebolehan berkurban dengan unggas tidaklah benar dan bertentangan dengan apa yang benar dari Rasulullah.

Perdebatan mencuat tentang maksud “bahimatul an’am” dari ayat 34 surah Al-Hajj. Dr. Syauqi ‘Allam, seperti banyak ulama fiqih lainnya dari keempat mazhab, mengartikannya terbatas pada hewan: unta, sapi, dan kambing. 

Padahal, setelah menyebut sejumlah pendapat para ulama, Ath-Thabari dalam tafsirnya menegaskan bahwa “bahimatul an’am” mencakup semua hewan ternak yang diperbolehkan untuk disembelih sebagai kurban, baik yang besar maupun yang kecil.

Baca Juga: Anda Mimpi Mengikuti Tes atau Ujian, Apa Tafsirnya?

-000-

Jauh sebelumnya, pada tahun 2001, ide memperluas makna “bahimatul an’am” juga sudah muncul di Turki. Zakaria Bayaz, Dekan Fakultas Fiqih di Universitas Marmara Istanbul, Turki, mengatakan di koran “Milliyet” pada 1 Maret 2001: “Berkurban dengan ayam dapat memenuhi kewajiban di tengah krisis ekonomi yang melanda Turki, dan tak mungkin mewajibkan orang yang berpenghasilan minimum dan pegawai negeri untuk berkurban, sedangkan bagi orang yang mampu, ia dapat berkurban.”

Diskusi di Turki tampaknya menyebar ke dunia Arab. Pada 3 Maret 2001, surat kabar Al-Syarq Al-Awsat melaporkan bahwa “Front Ulama Al-Azhar” di Mesir mendukung fatwa Turki. Ketua Front, Muhammad Abdul Mun’im Al-Bari, dikutip mengatakan: “Ini diperbolehkan dalam kondisi sulit dan darurat karena tujuan kurban adalah menumpahkan darah dalam bentuk apa pun.” Kata “nahr” di surah Al-Kautsar mengandung makna penumpahan darah hewan (iraqatuddam) ini.

Baca Juga: Puisi Prof. Dr. I Ketut Surajaya: Hukum Kaya Tafsir

Koran tersebut juga mengutip Syaikh Al-Qardhawi yang mengatakan: “Bagi mereka yang tidak mampu membeli kurban, cukup baginya membeli daging seharga satu dirham seperti yang dilakukan beberapa sahabat.” Kemudian, pada tahun 2004, dia menerbitkan fatwanya dalam buku “Seratus Pertanyaan tentang Haji, Umrah, Qurban, dan Dua Hari Raya.”

Halaman:
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Berita Terkait