Pergulatan Reinterpretasi: Ritual Pengurbanan Hewan pada Idul Adha
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Jumat, 09 Agustus 2024 08:35 WIB

Tentu saja, komentar Sang Nabi sangatlah mengejutkan mengingat anjing dianggap sebagai binatang yang diharamkan. Tetapi, pesan Nabi sangat dahsyat. Seolah Nabi Muhammad mengatakan bahwa Allah sangat berkenan ketika umat-Nya melakukan kebaikan terhadap siapa pun dan apa pun, bahkan terhadap makhluk yang diharamkan.
Melalui cerita ini, Nabi telah memberi pesan moral-teologis yang sangat kuat. Pesannya adalah ini: Allah menghendaki umat-Nya untuk memiliki belas kasih dan cinta terhadap segala makhluk, termasuk terhadap hewan yang dianggap haram.
Saya yakin, masih banyak cerita-cerita sejenis dalam Kitab Suci maupun dalam Hadis Nabi yang memberi pesan yang kuat untuk menyayangi segala makhluk, termasuk hewan yang dianggap haram. Pertanyaannya adalah bisakah cerita Nabi Muhammad tentang anjing yang haus, atau cerita-cerita lain yang sejenis, dijadikan fundamen moral-teologis yang kokoh dalam membangun belas kasih terhadap hewan.
Baca Juga: Kurban dan Cinta (Refleksi Hari Raya Idul Qurban)
Bila jawabnya ‘bisa,’ maka cerita Nabi ini bisa dijadikan fundamen teologis yang kokoh dalam reinterpretasi terhadap ritual pengorbanan hewan dalam perayaan Idul Adha.
Penutup
Kini kita hidup di dalam dunia yang hancur oleh keserakahan manusia. Joseph Stiglitz menyebut era ini sebagai Era Keserakahan.
Baca Juga: Renungan Iduladha: Akan Menguatkah Tafsir yang Tak Lagi Harus Hewan Dijadikan Kurban Ritus Agama?
Di dalam keserakahannya, manusia telah menghancurkan bumi, menghancurkan hutan, dan membinasakan berbagai makhluk hidup ciptaan Allah. Sebagian besar jenis hewan telah menjadi binatang langka.
Di tengah dunia seperti ini, Andrew Linzey dalam bukunya "Why Animal Suffering Matters" menegaskan bahwa agama-agama bertanggung jawab mendorong umatnya untuk mengembangkan inisiatif dan kerja sama membangun nilai-nilai moral-etik yang menghormati kehidupan, termasuk kehidupan hewan.
Dan memang, Allah menciptakan manusia untuk mengelola dan bertanggung jawab terhadap kelestarian dan kehidupan di muka bumi ini.
Oleh karena itu, kita butuh nilai-nilai moral-teologis yang mencintai kehidupan, bukan kematian. Menurut Nabi Muhammad, dalam cerita Anjing Kehausan, nilai-nilai moral-teologis yang memelihara dan mencintai kehidupan itulah yang menyenangkan Allah dan mendapatkan pahala di surga.***