Pergulatan Reinterpretasi: Ritual Pengurbanan Hewan pada Idul Adha
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Jumat, 09 Agustus 2024 08:35 WIB

Pengalaman pertama, Reformasi Protestan. Reformasi Protestan sukses, salah satunya, karena Martin Luther membangun fundamen teologis yang kokoh dalam reinterpretasinya terhadap tradisi gereja Roma Katolik. Beberapa fundamen teologisnya adalah ini.
Pertama, Sola Scriptura (Hanya Kitab Suci). Luther berargumen bahwa Kitab Suci adalah satu-satunya sumber otoritas tertinggi dalam hal iman dan praktik Kristen. Luther menekankan bahwa segala ajaran dan praktik gereja harus diuji berdasarkan Kitab Suci.
Kedua, Sola Fide (Hanya Iman). Bagi Luther, keselamatan diperoleh melalui iman kepada Yesus Kristus, bukan melalui perbuatan baik atau sakramen gereja.
Baca Juga: Kurban dan Cinta (Refleksi Hari Raya Idul Qurban)
Ketiga, Sola Gratia (Hanya Anugerah). Luther meletakkan dasar teologis yang sangat penting dalam tradisi kekristenan, yaitu bahwa keselamatan adalah anugerah Allah.
Keselamatan diberikan secara cuma-cuma, tanpa syarat dan tanpa memandang jasa atau usaha manusia. Keselamatan adalah karunia dari Allah yang diterima melalui iman, bukan hasil usaha manusia. Dan anugerah Allah ini terjadi karena ‘Unconditional Love’ Allah.
Artinya, Allah tetap mencintai apa pun dan bagaimana pun kondisi kita manusia. Ketiga fundamen teologis ini menggugat tradisi sakral gereja, menggugat ‘kekebalan’ institusi agama, dan selanjutnya menjadi landasan dalam setiap proses pembaruan gereja.
Baca Juga: Renungan Iduladha: Akan Menguatkah Tafsir yang Tak Lagi Harus Hewan Dijadikan Kurban Ritus Agama?
Pengalaman kedua, reinterpretasi kisah Abraham (Ibrahim). Reinterpretasi total terhadap kisah Abraham itu bisa diterima dengan mulus, tanpa resistensi, karena dibangun di atas fundamen teologis yang kokoh.
Dalam Kitab Suci, Allah memberikan Abraham domba untuk dikorbankan sebagai pengganti anaknya. Dalam reinterpretasi terhadap kisah Abraham, Yesus Kristus disimbolkan sebagai domba yang dikorbankan demi keselamatan manusia.
Itulah sebabnya Yesus dijuluki “Anak Domba Allah.” Efeknya, Kekristenan tidak lagi mewajibkan pengorbanan binatang sebagai bentuk ketakwaan dan cinta kepada Allah. Pengorbanan ‘Sang Anak Domba Allah’ sekali dan untuk selama-lamanya.
Sebagai gantinya, umat Kristen didorong untuk melayani dan mencintai sesama sebagai ekspresi syukur karena diselamatkan Allah.