DECEMBER 9, 2022
Kolom

Penyesalan Bung Karno dan Ekspresi Puisi Esai: Pengantar Buku Yang Tercecer di Era Kemerdekaan (2024)

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Mereka memiliki hak yang sangat terbatas dan sering kali dianggap sebagai "furniture pribumi.” Sebagaimana properti, mereka juga bisa dijual atau dipindahkan, bersama rumah yang mereka tempati.

Ketika Jepang menginvasi Indonesia pada tahun 1942, banyak pria Belanda yang ditangkap dan dimasukkan ke kamp interniran. Para nyai dan anak-anak mereka sering kali ditinggalkan tanpa perlindungan.

Setelah Jepang kalah dan Indonesia merdeka pada tahun 1945, situasi para nyai dan anak-anak mereka berubah drastis. Banyak dari nyai ini ditinggalkan oleh pasangan Belanda mereka yang kembali ke Eropa. Anak- anak mereka dibawa ke Belanda, dipisahkan dari Nyai, ibu kandung mereka.

Baca Juga: Puisi Gol A Gong: Kopi Tubruk

Para nyai sering kali harus berjuang sendiri untuk bertahan hidup dalam kondisi yang sulit.

Anak-anak hasil hubungan antara pria Belanda dan nyai pribumi dikenal sebagai Indo-Eropa. Mereka memiliki nasib yang beragam.

Beberapa dari mereka menghadapi diskriminasi dan perjuangan untuk beradaptasi dengan budaya baru.

Baca Juga: Denny JA dan Lahirnya Angkatan Puisi Esai

Namun, banyak dari mereka yang akhirnya berhasil dan membentuk komunitas Indo di Belanda. Mereka beranak pinak dan menjadi bagian dari masyarakat Belanda.

Kisah para nyai bagian penting dari sejarah kolonial Indonesia yang sering kali terlupakan. Mereka bagian dari orang-orang tersisih. Yang tercecer. Yang menderita.

-000-

Para pekerja paksa Romusha. Gadis pribumi yang dipaksa menjadi penghibur tentara Jepang. Perempuan yang dijadikan gundik tuan Belanda, dan dipisahkan dari anak-anaknya. Kisah hidup mereka digali dan diekspresikan melalui puisi esai.

Halaman:
1
2
3
4
5
6
7
8

Berita Terkait