Penyesalan Bung Karno dan Ekspresi Puisi Esai: Pengantar Buku Yang Tercecer di Era Kemerdekaan (2024)
- Penulis : Krista Riyanto
- Senin, 10 Juni 2024 15:03 WIB
Sebagian mati karena penyakit, terkena malaria, disentri. Sebagian mati karena kelelahan dan kelaparan. Sebagian mati karena disiksa. Yang tetap hidup, banyak yang badannya tinggal tulang dibalut kulit.
Foto aneka pekerja Romusha ini, yang seperti tengkorak berjalan, masih banyak yang dapat kita lihat di Google.
Bung Karno, sebagai pemimpin, saat itu berada pada posisi sulit. Ia berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Jepang sudah mengalahkan Belanda.
Baca Juga: Puisi Gol A Gong: Kopi Tubruk
Di tahun 1942, Jepang membangun PUTERA (Pusat Tenaga Kerja) yang diketuai oleh Soekarno, dan dibantu oleh Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Mas Mansyur.
Waktu itu memang ada pilihan revolusioner melawan Jepang (non-kooperatif). Ada pula pilihan bekerjasama dengan Jepang (kooperatif). Pejuang Indonesia terbelah saat itu.
Bung Karno dan Hatta memilih jalan kooperatif, bekerja sama dengan Jepang. Dengan harapan, Jepang akan membantu kemerdekaan Indonesia.
Baca Juga: Denny JA dan Lahirnya Angkatan Puisi Esai
Sementara politisi lain memilih jalan non-kooperatif, termasuk Soekarni, Chaerul Saleh, Adam Malik, Armunanto, A.A. Maramis, dan Achmad Soebardjo.
Bung Karno bersedia menjadi pemimpin untuk memobilisasi tenaga rakyat dengan harapan mendapatkan simpati Jepang. Tapi derita tenaga kerja itu tak lagi bisa ditoleransi, bahkan oleh Bung Karno sendiri.
Jumlah romusha yang dipaksa bekerja oleh Jepang di Indonesia berkisar antara 4 hingga 10 juta orang.
Dari jumlah ini, sekitar 270.000 romusha dikirim ke luar Jawa. Ada pula yang dikirim ke Thailand dan Burma. Mereka bekerja di proyek-proyek seperti Jalur Kereta Api Burma-Thailand yang terkenal kejam.