Penyesalan Bung Karno dan Ekspresi Puisi Esai: Pengantar Buku Yang Tercecer di Era Kemerdekaan (2024)
- Penulis : Krista Riyanto
- Senin, 10 Juni 2024 15:03 WIB
Oleh Denny JA
ORBITINDONESIA.COM - Kata-kata sedih itu diekspresikan Bung Karno.
“Hati di dalam seperti diremuk-remuk. Akulah yang menyuruh mereka berlayar menuju kematian. Aku mengirim mereka kerja paksa.”
Baca Juga: Puisi Gol A Gong: Kopi Tubruk
“Aku membuat pernyataan menyokong pengerahan Romusha. Di dekat Bogor, aku bergambar dengan topi di kepala. Dengan cangkul di tangan. Betapa mudahnya, betapa enaknya menjadi Romusha.”
Kata-kata ini, saya susun ulang, direkam dalam buku biografi 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia' yang ditulis Cindy Adams (1965).
Ini momen ketika Bung Karno melakukan refleksi atas perannya memobilisasi rakyat ikut dalam kerja Romusha, di era penjajahan Jepang (1942-1945).
Baca Juga: Denny JA dan Lahirnya Angkatan Puisi Esai
Tak diduga Bung Karno. Rakyat yang ia anjurkan membantu Jepang dalam kerja paksa ternyata menjadi sejenis budak.
Sebagian mereka ikhlas kerja paksa karena mencintai Bung Karno, menuruti ajakannya.
Tapi ternyata mereka mati merana. Tersiksa. Disiksa.
Kurang istirahat. Kurang makan. Berjejal ditumpuk di kereta ketika dikirim ke luar Jawa. Atau berdesakan di kapal laut ketika dikirim ke luar negeri.
Banyak dari mereka mati di jalan. Mayatnya dibuang ke laut, dibiarkan membusuk di jalan, atau dikubur masal. Dipancung kepalanya.