Denny JA dan Lahirnya Angkatan Puisi Esai
- Penulis : Krista Riyanto
- Sabtu, 08 Juni 2024 09:30 WIB
Berbeda dengan Angkatan Sastra sebelumnya, untuk pertama kali Angkatan Puisi Esai melengkapi diri dengan sebuah antologi kritik/bahasan/kajian.
Jumlah kritik, bahasan, atau kajian mengenai puisi esai cukup berlimpah dan ditulis oleh pakar dari beragam latar belakang, mulai dari sastrawan seperti Sapardi Djoko Damono, Sutardji Calzoum Bachri, Leon Agusta, Acep Zamzam Noor, Eka Budianta, Joko Pinurbo.
Juga kajian dari Jamal D. Rahman, Nenden Lilis Aisyah, Hanna Fransisca, S.M. Zakir, dsb, intelektual seperti Ignas Kleden, Berthold Damshäuser, Jakob Sumardjo, maupun akademisi seperti Dr. Ramzah Danbul, Prof. Ayu Sutarto, Dr. Sunu Wasono, Prof. Madya Dr. Haji Ampuan Haji Tengah, dan lain-lain.
Dari sejumlah puisi esai terpilih di masing-masing periode itu dapat dilihat dengan jelas telah lahirnya secara meyakinkan Angkatan Puisi Esai dengan sejumlah alasan, antara lain:
1. Genre dan bentuk. Dilihat dari segi ini, semua puisi esai pada dasarnya memiliki bentuk dan unsur intrinsik yang kurang lebih sama (relatif panjang, bercerita, bercatatan kaki, berima, dsb.) yang dengan kesamaan bentuk tersebut menghasilkan keragaman tak terbatas dalam pencapaian estetik dan keunikan individu masing-masing penulis;
2. Tema. Dilihat dari segi tema, puisi esai umumnya mengangkat tema anti diskriminasi, memberi suara pada kaum voiceless, serta mereka yang terpinggirkan dalam sejarah resmi.
Sejauh ini, keberagaman dan kekayaan tematik puisi esai sangatlah berlimpah hingga banyak tema yang diangkatnya belum pernah ditulis dalam sastra Indonesia;
3. Penceritaan (naratologi). Puisi esai dalam sebuah teknik penceritaan dengan kehadiran tokoh, konflik, struktur dramatic, dan semacam klimak, baik berdasar struktur dramatik Aristotelian maupun struktur naratif Todorov, Joseph Campbell, dan sebagainya;
4. Adanya catatan kaki. Catatan kaki adalah salah satu unsur wajib sekaligus kekhasan puisi esai. Catatan kaki berfungsi sebagai jangkar faktual atas fiksionalitas puisi esai, maupun berfungsi sebagai the other voice dan contrapunt bagi bangun puisi esai;
Baca Juga: Puisi Gol A Gong: Kopi Tubruk
5. Lahir dari moment besar dan ingatan kolektif bersama, yakni reformasi Indonesia dengan segala harapan maupun ekses diskriminatifnya;