Zikir, Energi Batin, Sastra, Lukisan, Bisnis, dan Spiritualitas Denny JA
- Penulis : Krista Riyanto
- Senin, 18 Maret 2024 11:30 WIB
Moderasi agamanya itu bisa dirunut dari orang tuanya yang bukan pemuka agama, jenjang pendidikannya sepenuhnya sekuler dari seolah dasar sampai perguruan tinggi bahwa sampai sekolah ke Amerika.
Gurunya Djohan Effendi yang juga modernis bukan tamatan pesantren dan pergaulannya dengan sesama Islam moderat.
Semua itu ditambah dengan bacaannya yang sepenuhnya tanpa pretensi agama.
Baca Juga: Hanggoro Doso Pamungkas LSI Denny JA: Airlangga Hartarto Punya Kartu AS Untuk Cawapres
Bagi Denny JA, untuk tetap menjadi aktual, agama harus sesuai atau mengikuti pekembangan ilmu pengetahuan. Dalam buku pendeknya yang diterbitkan pada 2000, Spirituality of Happiness (SOH): Spiritualitas Baru Abad ke-21, dia menyatakan, agama pada mulanya penuh dengan mitos dan takhayul.
Dunia modern tidak lagi bisa diyakinkan dengan agama seperti itu. Perlu disesuaikan dengan ilmu pengetahuan modern yang terus berkembang.
Problem zaman kita sekarang, demikian Denny JA, adalah mitologi dan agama sudah tidak lagi mampu menjawab tantangan era moderen atau era post-modern.
Baca Juga: LSI Denny JA: Melebarnya Jarak Elektabilitas Prabowo Melawan Ganjar
Atau kalau pun mampu, jawaban itu terasa usang, kuno dan tidak lagi sesuai kebutuhan.
Narasi yang dikembangkan terasa out of date dan tidak memberi solusi terhadap kebutuhan manusia yang berubah dengan cepat, kadangkala sangat cepat.
Di samping itu, begitu argumentaso dia dalam SOH, agama juga terlalu banyak dan beragam.
Menurut data yang disodorkannya (dan itu disebutnya berkali-kali dalam buku tersebut) ada 4.300 agama di dunia di dalam 195 negara dan 6.500 ragam bahasa.