DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Pertamina di Simpang Jalan, Antara Aramco dan Petrobras

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Minyak, Bisnis, dan Politik (6)

ORBITINDONESIA.COM - Awal tahun 2025. Langit Tangerang tak menampakkan hal baru. Tapi di sebuah SPBU di Jalan Daan Mogot, ledakan emosi meletup di tengah lalu lintas biasa.

“Motor saya mogok setelah isi Pertalite!” teriak seorang pengemudi ojek online, sambil menunjukkan rekaman TikTok live.

Baca Juga: ANALISIS: Pertamina Patra Niaga, Kasus Pertamax Oplosan dan Krisis Kepercayaan

Dalam dua hari, video itu ditonton lebih dari 3,2 juta kali. Laboratorium independen mengonfirmasi: kadar oktan Pertalite di bawah standar. Diduga telah dicampur dengan solar murah.

Di saat yang hampir bersamaan, publik dikejutkan oleh bocoran laporan investigatif: korupsi pengadaan minyak mentah senilai Rp193 triliun.

Mark up, kontrak fiktif, dan kongkalikong antara pejabat dan pengusaha minyak mencuat ke permukaan seperti semburan gas dari ladang tua yang rusak.

Baca Juga: Inilah Pengantar Buku Imam Qalyubi “Analisis Semiotik, Linguistik dan Intertekstualitas Terhadap 15 Puisi Esai Denny JA”

Tagar #BensinOplos, #StopMafiaMinyak, dan #MinyakTanpaKorupsi mendominasi jagat X (Twitter).

Selama sebulan, konsumen dari sopir taksi hingga ibu rumah tangga berbondong-bondong beralih ke SPBU asing seperti Shell, BP, dan Petronas Primax.

Untuk pertama kalinya sejak krisis 1998, kepercayaan publik terhadap Pertamina benar-benar terguncang.

Baca Juga: Analisis Denny JA: Setelah Amerika Serikat Menjatuhkan Bom ke Iran

Namun, apakah ini pertanda akhir?

Tidak. Seperti demam yang menandai perlawanan tubuh terhadap infeksi, krisis ini menjadi momen peralihan.

Pertamina merespons: audit internal digencarkan, sistem pelacakan QR diberlakukan di SPBU. “Kami bersihkan dari dalam,” ucap pimpinan utama Pertamina dalam konferensi pers penuh sorotan.

Baca Juga: Analisis Denny JA: Indonesia Jadi Tempat Paling Aman Jika Pecah Perang Dunia Ketiga

Namun, pertanyaan kunci tetap menggantung di ruang publik:

Mampukah Pertamina—simbol energi nasional—membebaskan diri dari belitan politik dan korupsi, dan memilih jalan Aramco, bukan terperosok seperti Petrobras?

-000-

Baca Juga: Analisis Denny JA: Dari Gencatan Senjata Iran-Israel Menuju Masa Depan Palestina Merdeka?

Simbol Kebanggaan, Bayangan Luka

Pertamina, di satu sisi, adalah kebanggaan bangsa:

* Masuk daftar Fortune Global 500

Baca Juga: Catatan Denny JA: Prabowo Subianto Sangat Populer, Tapi Publik Mulai Cemas Tentang Ekonomi

* Beroperasi di 19 negara

* Mengelola jaringan distribusi BBM terbesar di Asia Tenggara

Namun di sisi lain, Pertamina juga adalah tubuh besar yang masih rapuh. Ia kuat di luar, tapi rentan di dalam. Korupsi dan inefisiensi kerap mengintai, seperti penyakit lama yang tak kunjung sembuh.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Dilema Batin Petugas Perbatasan dan Luka Sosial Lainnya

Sejak pertama kali masuk dalam daftar Fortune Global 500 pada 2013, Pertamina konsisten bertahan:

• 2021: Peringkat #287 (pendapatan US$41,5 miliar)

• 2022: Naik ke #223

Baca Juga: Catatan Denny JA: Kentucky Fried Chicken Rugi Ratusan Miliar Rupiah dan Datangnya Era Meaning Economy

• 2024: Peringkat #165—satu-satunya perusahaan Indonesia dalam daftar tersebut

Masuk dalam daftar ini bukan sekadar prestise, tapi juga:

1. Validasi skala dan kredibilitas global

Baca Juga: Catatan Denny JA: Merekam Sejarah yang Luka Dalam Sastra

2. Bukti ketahanan bisnis di tengah gejolak pandemi dan pasar

3. Sinyal positif bagi investor dan regulator

4. Simbol kepemimpinan regional di Asia Tenggara

Baca Juga: In Memoriam Setyadarma Pelawi, Puisi Dari Denny JA: Kemana Perginya Para Aktivis

Pada 2023, pendapatan Pertamina mencapai sekitar US$ 75,8 miliar- US$ 84,49  milyar, memperkuatnya sebagai aktor utama dalam ekonomi nasional dan global.

Namun, status global tak menjamin kebebasan dari krisis moral dan tata kelola.

-000-

Baca Juga: Catatan Denny JA: Minyak dan Takhta Zaman, Ketika Dunia Digerakkan Oleh Hitamnya Energi

Tiga Luka Besar: Korupsi dan Inefisiensi

1. Skandal Impor Minyak (2018–2023)

Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun. 

Baca Juga: Catatan Denny JA: Einstein Mengenakan Batik dan Kisah Salvador Dali

Kejaksaan menetapkan sejumlah eksekutif anak usaha Pertamina, termasuk Dirut Patra Niaga Riva Siahaan, sebagai tersangka.

Mereka diduga melanggar prioritas bahan baku lokal, mengimpor crude oil secara manipulatif, dan melakukan pencampuran bensin subsidi.

Bahkan, Reuters mencatat potensi kerugian negara mencapai US$12 miliar.

Baca Juga: Sejarah Indonesia dan Dunia yang Berdenyut dalam Tujuh Puisi Esai Denny JA

2. Korupsi LNG Karen Agustiawan (2024)

Mantan CEO Pertamina ini divonis 9 tahun penjara atas penyimpangan dalam pengadaan LNG dari Cheniere Energy. 

Kerugian negara: Rp1,7 triliun.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Darah Negara Minyak

3. Tumpahan Minyak Balikpapan (2018)

Pipa Pertamina pecah, menimbulkan tumpahan minyak seluas 200 km², kebakaran, lima korban jiwa, dan ribuan warga mengalami gangguan pernapasan.

Respons awal yang lamban memperburuk reputasi. Direksi pun diganti, termasuk pemberhentian CEO Elia Massa Manik.

Baca Juga: Denny JA Merekam Luka Sejarah Dalam Tujuh Buku Puisi Esai

-000-

Aramco dan Petrobras: Dua Jalan yang Bertolak Belakang

Aramco, anak kandung Kerajaan Saudi, justru menjadi teladan kapitalisme teknokratik:

Baca Juga: Catatan Denny JA: Big Oil, Ketika Perusahaan Lebih Kuat Dibanding Negara

* Laba bersih 2024: US$106 miliar

* IPO terbesar sepanjang sejarah (2019)

* Diversifikasi agresif: LNG, petrokimia, carbon capture

Baca Juga: Catatan Denny JA: Mesiu dan Perang dari Ladang Minyak

* Laporan keuangan terbuka dan diaudit global

Aramco bukan hanya penyumbang kas negara, tapi penggerak Saudi Vision 2030—transisi menuju ekonomi digital, diversifikasi energi, dan post-oil economy.

Sebaliknya, Petrobras adalah kisah tragis demokrasi tanpa integritas:

Baca Juga: Catatan Denny JA: Pertamina, dari Sumur Minyak Rakyat ke Rantai Global

* Skandal Lava Jato (2014) menguak korupsi politik-terstruktur

* Proyek fiktif, suap, mark-up—nilai saham ambruk 80%

* Denda internasional US$2,95 miliar

* Reputasi hancur di mata pasar dan publik

Di Petrobras, direksi ditentukan oleh tarik-ulur partai politik, bukan kompetensi profesional. Demokrasi tak menjamin tata kelola bila moral publik dan politik ikut rusak.

-000-

Cermin untuk Pertamina: Mau ke Mana?

Aramco dan Petrobras adalah dua ekstrem di jalur minyak negara. Yang satu menjadi simbol efisiensi dan kepercayaan global, yang lain tenggelam dalam kebusukan internal.

Perbedaan mereka bukan soal geografi atau besar cadangan minyak. Tapi tentang:

• Integritas sistem

• Politik yang memberi ruang pada profesionalisme

• Institusi yang lebih kuat dari individu

Aramco membuktikan bahwa bahkan dalam sistem kerajaan pun, BUMN bisa hebat jika dikelola transparan dan meritokratik.

Petrobras menjadi pengingat bahwa demokrasi tanpa mekanisme pengawasan hanya akan melahirkan drama, bukan kemajuan.

-000-

Jalan yang Harus Dipilih?

Di simpang jalan sejarah, Pertamina menatap dua kemungkinan:

Menjadi seperti Aramco—kuat, bersih, dan berpengaruh global?

Atau

Menjadi seperti Petrobras—terjerembab oleh korupsi, kehilangan kepercayaan, dan menjadi beban bangsa?

Minyak memang mengalir dari perut bumi.

Tapi kehormatan hanya bisa mengalir dari dalam diri.

Jawabannya kini bukan hanya soal teknis korporasi. Tapi soal arah moral bangsa:

Bangun institusi. Jaga kepercayaan publik. Disiplin pada tata kelola. Libatkan pengawasan publik.

Saatnya pula Pertamina menyisihkan misalnya 20 persen keuntungan untuk transisi ke enerji hijau. Juga membuka diri pada  semakin banyak rekruitmen para ahli  dan profesional dengan talenta global.

Karena bila tidak, kita akan jatuh bukan karena kekurangan minyak, melainkan karena terlalu banyak kepentingan dalam satu tangki yang sama.***

Referensi

1. Fortune Global 500 List 2024, Fortune Magazine. https://fortune.com/ranking/global500/

2. Saudi Aramco Annual Report 2024. https://www.aramco.com

3. Reuters Report on Indonesia Fuel Graft Scandal, February 2025. https://www.reuters.com

-000-

Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, bisnis dan marketing, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World

https://www.facebook.com/share/197B1QWqGE/?mibextid=wwXIfr

Halaman:

Berita Terkait