DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Mesiu dan Perang dari Ladang Minyak

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Minyak, Bisnis, dan Politik (4)

ORBITINDONESIA.COM - Musim dingin menggigit Stalingrad, Desember 1942. Salju menumpuk di reruntuhan kota.

Di dalam bunker Jenderal Friedrich Paulus, seorang perwira Nazi menggigil bukan karena cuaca, tapi karena ketakutan yang lain: tank mereka tak lagi bergerak.

Baca Juga: Riset LSI Denny JA: Publik Berharap Prabowo Subianto Jadi Bapak Pemberantasan Korupsi di Indonesia

“Tanpa minyak,” demikian Paulus dalam catatannya kepada Berlin, “kami bukan pasukan perang, tapi museum bergerak.”

Stalingrad bukan sekadar titik strategi. Ia adalah gerbang menuju Kaukasus—ladang emas hitam Uni Soviet.

Hitler tahu: perang modern tak hanya soal senjata, tapi soal suplai. Dan tanpa minyak, bahkan ideologi Nazi pun harus membeku di salju.

Baca Juga: Tahlilan, Merajut Doa Bersama Anak Yatim di Markas LSI Denny JA

Kisah ini mengajukan tanya yang terus menggema hingga abad ke-21:

Apakah perang modern bisa berlangsung tanpa kendali atas energi? Dan siapakah yang lebih mematikan: musuh dengan senjata, atau musuh yang menguasai jalur suplai minyak?

-000-

Baca Juga: Pengantar Buku Riset Internasional LSI Denny JA: Menentukan Kemajuan Negara Melalui Indeks Tata Kelola Pemerintahan

Winston Churchill memulai revolusi senyap pada 1911 ketika ia memerintahkan Angkatan Laut Inggris beralih dari batu bara ke minyak. 

Halaman:

Berita Terkait