Catatan Denny JA: Minyak dan Takhta Zaman, Ketika Dunia Digerakkan Oleh Hitamnya Energi
- Penulis : Krista Riyanto
- Selasa, 01 Juli 2025 06:39 WIB

Minyak, yang tadinya cairan tak bernilai, kini menjelma menjadi fondasi mesin, mobil, kapal, dan perang. Ia mempercepat sejarah, menjadi jantung revolusi industri baru.
-000-
Minyak dalam Perang Dunia—Churchill, Hitler, dan Jalur Pasokan
Baca Juga: Catatan Denny JA: Bunga Rampai 100 Tahun Arsitektur Perjuangan dan Jejak Rasa Kuliner
Tanpa minyak, perang dunia tak akan bisa dimulai—dan tak akan bisa dimenangkan.
Winston Churchill adalah pionirnya. Pada 1911, ia mengubah kebijakan angkatan laut Inggris: kapal perang tak lagi memakai batu bara, melainkan minyak.
Ia menulis memo legendaris: “Seluruh kekuatan laut Inggris akan bergantung pada minyak Persia.”
Baca Juga: Catatan Denny JA: Israel Melawan Iran, Perang Strategis, Ideologis, Bahkan Spiritual
Untuk itu, Inggris menguasai Anglo-Persian Oil Company (kelak menjadi BP). Kolonialisme bergeser: dari rempah ke energi.
Perang Dunia I memperlihatkan fungsi vital minyak. Amerika menjadi pemasok utama. Tank, pesawat, kapal—semuanya haus bahan bakar.
Perang Dunia II mengulang pola yang lebih besar. Hitler menginvasi Uni Soviet bukan semata karena ideologi, tapi karena ingin menguasai ladang minyak Kaukasus. Stalingrad bukan hanya medan tempur, tapi persimpangan energi dunia.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika Sejarah tak Menceritakan yang Sebenarnya
Jepang menyerang Pearl Harbor setelah AS memblokir suplai minyak ke Tokyo. Perang Pasifik adalah perang atas kelangsungan energi.