Catatan Denny JA: Kampanye Negatif untuk Terpilih Menjadi Pemimpin
- Penulis : Krista Riyanto
- Jumat, 23 Mei 2025 19:44 WIB

Di tengah kegaduhan ini, kampanye negatif adalah suara nalar yang menawarkan satu hal: kejujuran tentang sisi gelap kekuasaan.
Tentu, tak semua yang negatif harus dikultuskan. Buku ini tak mengajak kita jadi pembenci.
Justru sebaliknya. Ia mengajak kita jadi warga yang kritis. Karena hanya dengan menyaring sisi kelam calon pemimpin, kita bisa menemukan cahaya sejatinya.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Penentu Utama Meraih Mimpi
Dalam konteks Indonesia yang plural, penuh sejarah luka dan harapan, kampanye negatif bukan hanya alat taktis, tapi juga alat etik.
Di Makassar, seorang wali kota bisa bangkit dari kekalahan dengan serangan yang elegan terhadap korupsi lawannya.
Atau di Jakarta, politik identitas dipertarungkan dengan sentimen agama. Kampanye negatif menjadi refleksi: bahwa politik bukan hanya soal janji, tapi juga soal siapa yang berani membuka luka.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Papua yang Luka dan Melahirkan Puisi
-000-
Buku Ikrama Masloman menjadi lebih gurih, karena basis teorinya kuat juga dilezatkan oleh pengalaman Ikrama sendiri sebagai konsultan politik di LSI Denny JA.
In Negative We Trust bukan sekadar buku strategi. Ia adalah elegi agar pemilih diberi tahu kebenaran, meski pahit. Buku ini menolak politik yang manis tapi palsu. Ia memilih jalan yang getir, namun jujur.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Mengapa Bank Dunia Tempatkan Indonesia Negara Berpenduduk Miskin Keempat?
Di dunia yang makin gaduh oleh polesan, kita justru butuh kampanye yang memudar warna palsu dan memperlihatkan garis retak di dinding kekuasaan.