DECEMBER 9, 2022
Kolom

Sinyal Kuat dari Pemilu Australia dan Kanada: Trumpisme Kian Dijauhi?

image
Arsip - Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menyampaikan pandangannya dalam KTT ke-3 ASEAN-Australia di Jakarta, Kamis, 7 September 2023. ANTARA FOTO/Media Center KTT ASEAN 2023/Akbar Nugroho Gumay/foc.

ORBITINDONESIA.COM - Kedekatan dengan Trumpisme, atau pemikiran yang selaras dengan berbagai kebijakan Presiden AS Donald Trump, ternyata semakin tidak disukai, setidaknya itu yang dapat disimpulkan dari hasil pemilu di Australia dan Kanada baru-baru ini.

Partai Buruh Australia pimpinan Perdana Menteri Anthony Albanese pada awal Mei berhasil memenangkan pemilu di Australia, sekaligus menjadi pemimpin Australia pertama yang memenangkan pemilu berturut-turut selama lebih dari dua dekade.

Media Bloomberg melaporkan bahwa hasil pemilu Negeri Kanguru itu dipandang sebagai teguran bagi Partai Liberal yang beraliran konservatif serta penolakan terhadap populisme ala Trump, apalagi Albanese kerap menuduh pihak oposisi meniru kebijakan Trump padahal para pemilih Australia mencari kestabilan di masa tak menentu ini.

Baca Juga: China Tidak Mau Perang Dagang dengan AS, tapi Tak Takut Tarif 125 Persen Trump

Laporan itu menyebutkan bahwa Trump menjadi sorotan dalam kampanye Australia kali ini, terlebih dengan keputusan kepala negara AS itu untuk mengenakan tarif "timbal balik" 10 persen pada awal April, yang juga membebani perekonomian Australia. Padahal, Australia merupakan sekutu dekat AS.

Peter Dutton, pemimpin oposisi dari Partai Liberal Australia, membuat kesalahan dengan mencoba menggambarkan dirinya lebih dekat dengan Trump pada tahap awal kampanye.

Hal tersebut dilakukan Dutton dengan memuji presiden AS itu sebagai "cerdik" dan "pemikir besar," sambil mempromosikan beragam kebijakan Trump seperti memangkas ukuran pemerintah, serta mengakhiri sejumlah kebijakan yang bersifat sosial progresif.

Baca Juga: Laporan Sastra Wijaya: Inilah Tempat Membeli Bahan Makanan Asal Indonesia di Melbourne Australia

Langkah itu ternyata malah membuat pemilih menjauh sehingga Dutton menjauhkan diri dari posisi Trump pada beberapa pekan terakhir.

Namun, nasi telah menjadi bubur dan hasil pemilu Australia memperlihatkan keunggulan besar Buruh atas Liberal. Bahkan, Dutton sendiri juga terpaksa kehilangan kursinya di parlemen dalam pemilihan umum kali ini.

Ucapan selamat antara lain datang dari Perdana Menteri Kanada Mark Carney atas kemenangan yang diraih Partai Buruh melalui platform X pada Sabtu, 3 Mei 2025. "Di dunia yang semakin terpecah belah, Kanada dan Australia adalah mitra dekat dan sahabat yang paling dapat diandalkan," kata PM Carney yang baru terpilih kembali tersebut.

Baca Juga: Penguatan Kerja Sama ASEAN Juga Mesti Ditempuh Saat Hadapi Tarif Resiprokal Donald Trump

Hasil pemilu mirip

Hasil pemilu Australia juga mirip dengan pemilu di Kanada yang baru saja berlangsung pekan lalu, yang kembali dimenangkan pihak petahana yaitu Partai Liberal Kanada pimpinan Carney.

Padahal, baik di Australia maupun Kanada, kedua partai yang berkuasa di masing-masing negara (yaitu Buruh Australia dan Liberal Kanada), menurut sejumlah survei awalnya berada dalam posisi sulit karena perolehan suaranya diprediksi tertinggal jauh dari pihak oposisi.

Baca Juga: Delegasi Indonesia Dipimpin Airlangga Hartarto Temui USTR Guna Lanjutkan Negosiasi Tarif AS

BBC memberitakan bahwa memasuki tahun 2025, jajak pendapat memprediksi Partai Liberal Kanada hanya memperoleh 16 persen, atau jauh tertinggal dibandingkan dengan 45 persen untuk pihak oposisi yaitu Partai Konservatif pimpinan Pierre Poillievre, yang diprediksi akan meraih kemenangan telak.

Namun, setelah Presiden Trump memberlakukan tarif keamanan nasional terhadap Kanada dengan dalih dugaan keterlibatan Kanada dalam perdagangan fentanil, serta beberapa kali pernyataan Trump yang ingin membuat Kanada menjadi negara bagian ke-51 Kanada, ternyata dapat mengubah prediksi tersebut.

Kemudian, setelah Mark Carney terpilih sebagai pemimpin Liberal serta menjadi PM menggantikan Justin Trudeau, hanya delapan pekan silam, ternyata Partai Liberal memperoleh keunggulan yang konsisten dalam jajak pendapat, yang mereka raih dalam kemenangan pemilu pekan lalu.

Baca Juga: Pascatarif, Apakah Trump Versus Powell Akan Jadi Guncangan Global Berikutnya?

Dalam kampanye, Carney juga dengan tegas dan lantang menyatakan bahwa "Presiden Trump telah menghancurkan ekonomi global... Kepemimpinan Amerika dalam ekonomi global telah berakhir." Meski demikian, kantor perdana menteri Kanada setelah pemilu berlangsung juga menyatakan bahwa Carney dan Trump dijadwalkan akan berbicara dan sepakat bertemu dalam waktu dekat.

Sebenarnya tidak hanya di Kanada dan Australia, pemilu sebelumnya di negara Anglo-Saxon lainnya yaitu Inggris Raya pada Juli 2024 juga menghasilkan kemenangan bagi Partai Buruh Inggris pimpinan Keir Starmer.

Kemenangan Starmer dan Partai Buruh juga diduga karena pemilih tidak suka dengan oposisi Konservatif yang dinilai gaya kebijakannya mirip dengan Trumpisme.

Baca Juga: Korea Selatan dan AS Akan Gelar Negosiasi Tingkat Tinggi di Washington tentang Tarif Impor

Progresif sentris

Kesamaan antara Carney, Starmer, dan Albanese secara umum adalah memiliki pandangan dunia berideologi sosial demokrat atau progresif sentris, yang berbeda dengan Trumpisme yang kerap disebut sebagai konservatif nasionalis-populis.

Berbeda dengan Trumpisme yang berpandangan unilateral dan transaksional, ketiga sosok progresif sentris itu berpegang teguh kepada multilateralisme, mendukung ekonomi pasar berjaring pengaman sosial kuat, serta meyakini terhadap kerja sama internasional dalam mengatasi permasalahan perubahan iklim, serta memprioritaskan inklusivitas.

Baca Juga: Laporan Sastra Wijaya: Sate Madura Makin Populer di Sydney Australia

Memang belum tentu bahwa ketiga sosok progresif itu akan memiliki kebijakan ke depan yang berbeda dengan Trump, tetapi setidaknya mereka harus menunjukkan bahwa itu dapat dilakukan.

Perlu diingat bahwa Trump memenangkan jutaan suara di AS meskipun dirinya tidak menunjukkan banyak empati atau kompetensi dalam pengertian tradisional, sehingga politik saat ini dinilai bukan hanya tentang kebijakan atau kompetensi — tetapi mengenai persoalan identitas, emosi, dan kekuasaan.

Trump dalam kampanyenya dapat memanfaatkan rasa marah, ketakutan, dan kebanggaan nasional, sehingga melontarkan janji-janji untuk mengatasi rasa frustrasi para pemilih. Meski hingga saat ini, janji yang paling signifikan seperti akan menurunkan harga mulai dari "hari pertama" belum bisa terealisasi dengan baik.

Baca Juga: Ketum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie Ajak Asosiasi Perkuat Usaha Logistik Hadapi Tarif Resiprokal Trump

Bahkan, pada saat ini kondisi perekonomian global juga dalam kondisi ketidakstabilan yang sangat tinggi, terutama hasil dari kebijakan tarif Trump.

Untuk itu, pemimpin kalangan progresif sentris memang benar dalam menjadikan empati dan kompetensi sebagai fondasi, tetapi kedua hal itu perlu dipadukan dengan pesan yang menghubungkan dengan pemilih secara emosional (tetapi tidak terjebak dengan isu-isu nasionalis-populis).

Disrupsi harapan

Baca Juga: The Wall Street Journal: Donald Trump Mungkin Akan Melonggarkan Tarif Impor Produsen Mobil

Dengan kata lain, Trumpisme sebenarnya menawarkan disrupsi berupa "pemberontakan" untuk menyalurkan rasa marah hingga frustasi para pemilih, sedangkan kaum sentris harus menawarkan disrupsi mereka sendiri yang berarti dan penuh harapan.

Oleh karena itu, para pemimpin yang tidak sejalan dengan kebijakan ala Trump harus mengakui bahwa mereka bukanlah politisi yang memiliki slogan besar dan akan meruntuhkan berbagai sistem yang ada dan berlaku pada saat ini.

Namun, para pemimpin anti-Trump perlu menekankan bahwa mereka juga merupakan seseorang yang mengalami ketidakpastian yang sama dengan banyak warga, seperti cemas dengan tagihan bulanan, apakah generasi mendatang akan dapat hidup lebih baik dengan kondisi yang sama atau memiliki kesejahteraan yang lebih baik dari para pendahulunya.

Baca Juga: CRIF Luncurkan Fitur untuk Menilai Potensi Dampak Tarif AS pada Strategi Bisnis Perusahaan

Perlu disadari bahwa saat ini di berbagai penjuru dunia banyak orang yang merasa bahwa mereka telah bekerja keras sepanjang tahun tetapi tetap tidak bisa hidup dengan layak. Pada saat yang sama, sejumlah miliarder "sukses" dalam menambah pundi-pundi kekayaan sementara banyak warga lainnya yang semakin kembang kempis.

Untuk itu, para pemimpin politik juga harus menyadari mengenai kemarahan dan frustrasi akibat kondisi perekonomian yang dialami banyak warga, tetapi juga mengingatkan bahwa kemarahan dapat menjadi bahan bakar yang membakar diri kita sendiri atau racun yang perlahan-lahan akan mematikan.

Solusi yang ditawarkan sentris progresif harus berbeda dengan kaum populis yang ingin membakar hangus semuanya, tetapi dengan berbagai kebijakan konkret dan nyata yang dapat memperbaiki sedikit demi sedikit berbagai sendi kehidupan di suatu negara, dengan melibatkan berbagai pihak.

Baca Juga: Partai Buruh Bersiap Raih Kemenangan Berturut-turut yang Langka dalam Pemilu Australia

Sejumlah kebijakan yang dapat ditempuh adalah terkait dengan penerapan upah layak serta menurunkan berbagai biaya komoditas yang menyentuh hajat hidup orang banyak, memperlakukan kebutuhan akan perumahan sebagai hak asasi manusia (bukan bentuk kemewahan), bertindak nyata mencegah dampak perubahan iklim (yang semakin tahun semakin mengerikan efeknya) dalam cara yang dapat menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang di tengah masyarakat.

Selain itu, tidak kalah penting pula untuk melindungi berbagai layanan paling penting dan mendasar bagi seluruh penduduk khususnya di bidang kesehatan dan pendidikan, serta mengenakan kebijakan pajak progresif signifikan untuk menambah pemasukan negara.

Harus diingat bahwa kemenangan pemilu di Australia dan Kanada merupakan suatu perubahan yang mencengangkan, yang banyak pihak menilai terkait dengan faktor Trump atau penolakan terhadap Trumpisme yang telah menimbulkan ketidakstabilan global.

Baca Juga: Partai Buruh Pimpinan PM Anthony Albanese Menangi Pemilu Australia

Bukan tidak mungkin bahwa kemenangan semacam itu juga akan terjadi di banyak negara lainnya, seiring dengan banyak negara di kawasan Asia, Afrika, Eropa, hingga Amerika yang bergulat dengan perlawanan terhadap tarif dan ancaman lainnya.

(Oleh M Razi Rahman) ***

Halaman:

Berita Terkait