Catatan Denny JA: Indonesia Perlu Belajar Dari United Emirat Arab, Dari Gurun Pasir ke Pusat Dunia
- Penulis : Krista Riyanto
- Selasa, 08 April 2025 17:14 WIB

Kota seperti Masdar (Abu Dhabi) dirancang sebagai kota berteknologi tinggi dan ramah lingkungan.
UEA juga menjadi rumah bagi museum sains, AI University, dan sekolah elite dari AS dan Eropa.
Gurun adalah simbol keheningan. Tapi UEA menjadikannya simbol peradaban baru.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Peta Jalan Agama di Zaman Artificial Intelligence
Ada filosofi dalam pembangunan UEA: bahwa sejarah bukan ditunggu, tapi diciptakan.
Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum berkata:
“Di dunia ini hanya ada dua jenis manusia: pembuat sejarah dan penonton sejarah. Dan kami tidak mau hanya menonton.”
Baca Juga: Catatan Denny JA: In Memoriam Firdaus Ali, Semoga Nyanyimu Lebih Merdu di Samping-Nya
UEA tidak membuang akar Islamnya. Masjid tetap megah, adzan tetap berkumandang, dan syariat tetap dihormati.
Tapi modernitas hadir berdampingan: perempuan bekerja di parlemen, startup berkembang, dan konser musik internasional berlangsung rutin. Keberagaman budaya, cara berpakaian, filosofi hidup dihormati.
Ini bukan sekadar pembangunan fisik. Ini adalah eksperimen besar dalam menyelaraskan tradisi dan inovasi.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Sejarah Surat Cinta bagi yang Telah Tiada
Tak semua mulus. Ada kritik soal ketimpangan, pekerja migran, dan keberlanjutan lingkungan. Tapi UEA tak menutup telinga. Mereka membuat reformasi hukum tenaga kerja, investasi hijau, dan target net-zero carbon 2050.