Cerpen Rusmin Sopian: Matinya Tukang Kritik
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Senin, 10 Maret 2025 10:19 WIB

Tiba-tiba semua warga terdiam. Membisu. Mulut mereka terkunci. Sejuta penyesalan mulai merasuki hati mereka.
Matahari di atas kepala. Cahaya terangnya menghiasi semesta. Menerangi jiwa-jiwa penghuni bumi.
"Apa yang disampaikan Matkritik baru kita rasakan. Sekarang banyak anak-anak kita yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang menengah atas. Kalau pun harus ke sekolah menengah atas, berapa biaya yang harus kita keluarkan. Kita harus menyekolahkan anak kita ke kota," keluh seorang warga kampung.
Baca Juga: Cerpen Rusmin Sopian: Ada Cerita Palsu dari Mulut Palsu Penutur Palsu
"Demikianlah. Kita harus menerima kenyataan dan takdir ini sebagai konsekuensi dari pilihan kita yang selalu membela Pemimpin Kampung tanpa kontrol," sahut warga yang lainnya.
"Apakah kita harus menjadi pengkritik Pak Pemimpin Kampung?" tanya seorang warga.
Tiba-tiba para warga pecinta Pemimpin Kampung tertawa terbahak-bahak. Air mata mereka mengalir ke bumi.
Baca Juga: Cerpen Rusmin Sopian: Kisah dari Koran Bekas
"Kita nikmati saja. Apa kata dunia kalau kita tiba-tiba berubah haluan. Menjadi pengeritik Pak Pemimpin Kampung?" ucap seorang warga kampung yang terkenal sebagai pembela berat Pak Pemimpin Kampung.
Sudah seminggu kepergian Matkritik ke pangkuan Allah SWT, Sang Maha Pencipta.
Suasana kampung mendadak berwarna. Para tokoh masyarakat dan tokoh agama serta warga kampung berkumpul di kantor Pemimpin Kampung. Tujuannya cuma satu. Meminta Pemimpin Kampung mengubah diri.
Baca Juga: Rusmin Sopian: Amanah Publik untuk Kesejahteraan Publik
"Kami akan menjadi pengontrol Pemimpin Kampung bila Pemimpin Kampung tidak berubah mengelola Kampung ini," teriak seorang warga kampung.