Menulis Ulang Perjuangan Perempuan dalam Sastra: Pengantar Dari Denny JA Untuk Buku Puisi Esai Gunawan Trihantoro
- Penulis : Krista Riyanto
- Kamis, 27 Februari 2025 05:56 WIB

Malahayati dan Cut Nyak Dien muncul sebagai panglima perang yang menolak tunduk pada penjajahan.
Nyi Ageng Serang dan Martha Christina Tiahahu menyalakan api perlawanan dalam kebisuan sejarah yang kerap melupakan perempuan sebagai pemimpin.
Namun, buku ini juga mengangkat perlawanan yang tak bersenjata, Kartini dan Dewi Sartika memperjuangkan pendidikan, Rasuna Said dan Roehana Koeddoes mengguncang masyarakat dengan gagasan, dan Fatmawati merajut kemerdekaan dengan tangannya sendiri.
Buku ini menampilkan keragaman topik, dari perjuangan fisik di medan tempur hingga pertarungan ide dalam pena dan pendidikan.
Ia menunjukkan perjuangan tidak memiliki satu wajah. Ia berwujud dalam keberanian melawan penjajah, keberanian menolak norma yang mengekang, hingga keberanian mengubah masa depan.
Pelajaran utama dari buku ini sejarah tidak hanya milik laki-laki. Perempuan selalu mampu menjadi tulang punggung perlawanan, baik dengan senjata, kata-kata, maupun pengorbanan diam-diam.
Buku ini menjadi penghormatan bagi perempuan yang namanya mungkin tidak selalu ada di buku pelajaran. Tetapi jejak mereka tetap abadi di tanah air yang mereka perjuangkan.
Bukan sejarah yang lupa, tetapi tinta yang berat sebelah. Perempuan bertempur, namun namanya senyap.
Maka biarlah sastra, biarlah puisi esai, menjadi perisai dan sangkakala,
menyerukan jejak para pejuang perempuan yang tak boleh pudar.***
Singapura, 26 Februari 2025