DECEMBER 9, 2022
Puisi

Puisi Esai Isbedy Stiawan ZS: Perempuan di Seberang Istana Batubara

image
Ilustrasi - Perempuan di Seberang Istana Batubara (Foto: Isbedy Stiawan ZS)

ORBITINDONESIA.COM - 20 tahun, setelah tewas dibacok oleh herder sang raja di Kota Air itu, nama korban pun dilupakan. Kecuali yang membabat parang ke tubuh guru SD itu kemudian bersaksi: Ia lakukan itu lantaran disuruh. Si komando hingga kini masih melenggang, berbeda dengan Komariah, istri korban, tetap menanti keadilan hukum.

***

“Tunggu aku di pojok jalan itu,” katanya. 
“Aku beli rokok dulu ke warung sana.”1)

Baca Juga: Puisi Gol A Gong: Kota Tak Bernyawa

Ia merasa seperti telah membaca kalimat
pertama sebuah cerpen. Ah, persisnya 
pernah mendengar seseorang bercerita 
tentang cerpen itu. berkisah tentang 
penantian tiada akhir. puluhan tahun, 
  mungkin lebih, 
perempuan itu berdiri di pojok jalan itu
ia selalu berseru: “selamat sore” kepada
setiap laki-laki yang datang padanya

Seperti menunggu suaminya yang mati
di saat unjuk rasa di depan SD. lelakinya,
guru olah raga, harus lari kencang
karena diburu preman penambang 

Unjuk rasa yang dilakukan lakinya sudah kesekian kali
bersama puluhan warga. mereka menolak jalan
desanya dilintasi truk-truk pengangkut batubara
yang hanya menyisakan kerusakan: debu kala panas,
becek di musim hujan, dan berlubang di sana sini

Baca Juga: Puisi Gol A Gong: Kopi Tubruk

Suaminya jadi target! ia diburu hingga ke rumah 
dinas temannya, seiring simbah darah di tubuh
ingin menghindar, tapi jalan terasa samar
pandangan nanar. ia masuk kamar
terjebak di sana. sabetan parang bertubitubi
hinga ke titik nadi, napasnya berhenti 

“Hadri, alangkah kejam manusia itu,” batinnya

Kini ia berada di pojok jalan itu, di seberang 

Baca Juga: Denny JA: Launching 37 Buku Puisi Esai Memberi Landasan Kukuh pada Angkatan Puisi Esai

istana pengusaha batubara. seperti 

menanti lakinya yang harus mati 

di jalan unjuk rasa, demi suatu 

Baca Juga: Menggunakan AI untuk Menulis Puisi Esai, Peluang dan Tantangannya

keadilan dalam hidup ini. lakinya 

selalu berujar, seandainya penambang 

batubara itu mau merawat jalan kampung

Baca Juga: Satrio Arismunandar: Penerbitan Buku Puisi Esai dari 34 Provinsi Memperkuat Genre Puisi Esai

ini, talah mungkin kita berunjuk rasa

 

“Namun, pengusaha itu layaknya penguasa 

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Ambillah Ginjal Ibu, Anakku

dzalim. bertangan besi, punya ratusan herder

yang siap menggonggong. maka hanya satu

kata: lawan!”

Baca Juga: Festival Puisi Esai Jakarta II dan Perjalanan 12 Tahun Menuju Pengakuan Meluas

 

Tapi, kau malah jadi korban

berujung mati bagai hewan

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Annie, Warga Non-Kristen juga Merayakan Natal

 

Di pojok jalan itu ia berdiri 

matanya selalu ke bangunan 

Baca Juga: Link Ebook Gratis 16 Puisi Esai Denny JA tentang Mahasiswa yang Terbuang di Luar Negeri karena Prahara Politik

istana di seberang sana:

bayangan lakinya menghitam

melangkah dari rumah itu 

Baca Juga: Puisi Ahmad Gusairi: Rimba Beton

mendekatinya. Ingin memeluk,

karena amat rindu

Dua puluh tahun kau menunggu

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Sebagai Imigran, Ia Masih Luka

aku tak lagi pulang padamu 

pada hari naas itu aku pergi 

setelah sabetan parang hunjam 

Baca Juga: Puisi Hendraone Basel: Bias Otoritas

di tubuh ini. di langit kulihat kau

dan anakanak mengantarku 

***

Tunggu aku di pojok jalan itu,” katanya.2)

 

Di pojok jalan itu ia pun menunggu 

seberang istana yang membisu 

pekat malam, benderang siang

tak ada lakinya mendekat 

suaminya tak akan pernah kembali 

 

Tapi, seseorang yang senantiasa dikawal

puluhan orang bertubuh tegap dan gegas

keluar dan masuk ke rumah besar itu

sebuah bangunan di lahan 20 hektere

(kolam renang mewah, off road, dll.)

layaknya setitik surga yang jatuh

di bumi banua ini. dan, pemiliknya:

dia yang menjadi dalang bagi kematian

lakinya. “tapi, mengapa jalan hukum 

begitu lambat dan tak bisa sampai?” 

di pojok jalan itu, dia selalu bergumam

menunggu tak lelah walau penantiannya 

teramat panjang. – tanpa akhir? – 

 

Perempuan yang berdiri di pojok jalan itu

di seberang rumah mewah itu, selalu 

menyaksikan orangorang yang keluar 

dan pulang ke sana. selalu riuh; tawa, 

dan juga gemuruh percakapan 

 

Dari rumah itu, dari telunjuk pemilik rumah 

bisa mengubah apa saja sesuai maunya

kota dibangun lalu bisa pula diruntuhkan

pemimpin dikirim, penguasa diturunkan 

cukup satu kata maka jadilah!

 

Kau bisa apa wahai perempuan

hanya menunggu di pojok jalan itu

menunggu tiap lelaki mendekat 

yang kau kira lakimu. padahal, kau 

cuma menunggu bayang-bayang

kemudian hiang di kegelapan 

 

Lelaki pemilik rumah seperti istana itu

biarpun tahu adamu, namun seolah 

kau tak ada di pojok jalan itu

selalu, ya selalu, ia kirim alat-alat berat 

ke papua. ia bersama raja jawa 

  dalam senda dan tawa

 

Ia bersama undangan lainnya

saat raja di angkat sumpah 

dan, sekian orangnya masuk 

dalam barisan. jadi pembantu

di istana yang baru;

kelak mereka jadi tembok gerbang 

bagi para pajak yanga datang 

atau pemalak yang diamdiam 

ingin meminta bagian

 

“Kalian sudah terkepung oleh 

orang-orangku, juga kau perempuan 

tak akan sanggup melawan,” suara itu

selalu didengarnya. samar-samar

di kegelapan malam yang nanar

 

“Aku tunggu di pojok jalan itu,” katanya

setelah lakinya pergi dan tak kembali

sampai bumi gempa, laut tsnunami

dan kiamat menghampiri

 

“lakiku mati 

di saat unjuk rasa itu...”3)

 

CATATAN:

Puisi esai ini adalah fiksi, terinspirasi dari pengusaha batu bara asal Batulicin, Kalimantan Selatan. Darinya, banyak peristiwa di sana hingga tewasnya seorang guru SD, dan di tangannya dapat mengendalikan politik pilkada sampai ke istana. Lihat https://www.liputan6.com/bisnis/read/5659623/mengenal-sosok-haji-isam-crazy-rich-kalsel-yang-kirim-2000-excavator-ke-merauke

Cerpen Iwan Simatupang, “Tunggu Aku di Pojok Jalan Itu” – lihat: https://www.sinartabagsel.web.id/2023/03/tunggu-aku-di-pojok-jalan-itucerpen-oleh.html

Kalimat pertama cerpen “Tunggu Aku di Pojok Jalan itu” karya Iwan Simatupang dari Tegak Lurus dengan Langit, Lima Belas Cerita Pendek Iwan Simatupang, Penerbit Sinar Harapan, cetakan II, 1985. https://fnn.co.id/post/jejak-digital-ungkap-haji-isam-diduga-terlibat-pembunuhan-guru 

Biodata

Isbedy Stiawan ZS adalah sastrawan asal Lampung dan alumni Forum Puisi Indonesia 87 yang masih produktif sampai kini. Buku-buku dan karya puisinya kerap memenangkan lomba/sayembara, atau masuk nomine.

Karya-karyanya dimuat Kompas, Horison, Suara Merdeka, Lampung Post, Republika, Koran Tempo, Media Indonesia, Jawa Pos, Tanjungpikang Pos, Riau Pos, Padang Ekpres, Haluan, Bali Pos, Trans Sumatera, Kupas Tuntas, Poros Lampung, Lampung TV, inilampung.com.

Tahun 2022 ia meluncurkan buku puisi terbitan Siger Publisher, yakni Nuwo Badik, dari Percakapan dan Perjalanan, Mendaur Mimpi Puisi yang Hilang, Ketika Aku Pulang (2022),  Masuk ke Tubuh Anak-Anak (Pustaka Jaya, Bandung), Biografi Kota dan Kita (April 2023), Puisi Buruk yang Diuntungkan (2024), Satu Ciuman, Dua Pelukan (Istana Agency Jakarta, 2025), dan Kitab Puisi Esai Elegi Galian Tambang (CBI, 2025).

Pada 2015 Isbedy pernah sebulan di Belanda dan lahirlah kumpulan puisi November Musim Dingin. Selain itu ia juga pernah diundang ke negara Thailand, Singapura, Brunei Darussalam.

Buku puisinya, Belok Kiri Jalan Terus ke Kota Tua masuk 5 besar pilihan Majalah Tempo (2019) dan Kini Aku Sudah Jadi Batu! terpilih 5 besar Badan Bahasa Kemendikbud RI (2019).

Buku Puisi: Kini Aku Sudah Jadi Batu! masuk 5 besar Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud RI (2020), Tausiyah Ibu masuk 25 nomine Sayembara Buku Puisi 2020 Yayasan Hari Puisi Indonesia, dan Belok Kiri Jalan Terus ke Kota Tua dinobatkan sebagai 5 besar buku puisi pilihan Tempo (2020).        

Buku Cerpen: Perempuan Sunyi, Dawai Kembali Berdenting, Seandainya Kau Jadi Ikan, Perempuan di Rumah Panggung (masuk 10 besar Khatulistiwa Literary Award), Kau Mau Mengajakku ke Mana Malam ini? (Basabasi, 2018), dan Aku Betina Kau Perempuan (basabasi, 2020), Malaikat Turun di Malam Ramadan (Siger Publisher, 2021).***

Halaman:

Berita Terkait