DECEMBER 9, 2022
Kolom

Satrio Arismunandar: Penerbitan Buku Puisi Esai dari 34 Provinsi Memperkuat Genre Puisi Esai

image
Satrio Arismunandar (Foto: koleksi pribadi)

Oleh Satrio Arismunandar*

ORBITINDONESIA.COM - Sebuah genre sastra dapat bertahan, berkembang, dan berlanjut melalui berbagai faktor. Salah satunya adalah basis pembaca setia dan komunitas yang kuat. Ini akan memastikan genre tersebut tetap hidup melalui dukungan, diskusi, dan penciptaan karya-karya baru.

Kehadiran karya-karya, apalagi karya besar, bisa menjadi tonggak atau inspirasi bagi penulis lain untuk memperkuat genre tersebut. Hal itu juga berlaku untuk genre puisi esai. Apalagi ketika nama “puisi esai” telah disematkan ke nama sebuah angkatan sastra: Angkatan Puisi Esai.

Baca Juga: Memperbincangkan Lahirnya Angkatan Puisi Esai, Sebuah Catatan dari Festival Puisi Esai Jakarta ke-2, 2024

Dalam sastra Indonesia, “angkatan” umumnya diartikan sebagai kelompok atau periode karya sastra yang memiliki karakteristik, tema, dan gaya yang mencerminkan zaman tertentu. Penentuan adanya suatu angkatan perlu didukung beberapa kriteria. Salah satunya adalah --sekali lagi-- kehadiran karya yang representatif.

Harus ada sejumlah karya penting yang dianggap merepresentasikan nilai-nilai sastra pada periode tersebut. Sejak Denny JA memunculkan buku puisi esai Atas Nama Cinta pada 2012, berbagai karya sejenis bermunculan.

Sebut saja: Kutunggu Kamu di Cisadane (Ahmad Gaus, 2012), Manusia Gerobak (Elza Peldi Taher, 2013), Imaji Cinta Halima: Lima Kisah Kasih dalam Pergumulan Agama (Novriantoni Kahar, 2013), Kuburkan Kami Hidup-hidup (Anick HT, 2014), Sanih, Kamu Tidak Perawan (M.J. Rahardjo, 2014), Testamen di Bait Sejarah (Rama Prabu, 2014), dan Mereka yang Takluk di Hadapan Korupsi (Satrio Arismunandar, 2014).

Baca Juga: Denny JA: Puisi Esai Sudah masuk ASEAN, Mesir, Inggris, dan Lainnya

Sesudah itu, media sastra/puisi Jurnal Sajak pada edisi 3 membuka rubrik baru, yakni rubrik puisi esai dengan redaktur Ahmad Gaus. Jurnal Sajak menyelenggarakan Lomba Menulis Puisi Esai pada 2013 dan 2014. Karya para pemenang pertama terbit dalam buku Mata Luka Sengkon Karta (2013). Karya para nominator lomba yang dianggap menarik juga diterbitkan dalam buku Dari Singkawang ke Sampit, Dari Rangin ke Ketelepon, Mawar Airmata, dan Penari Cinta Anak Koruptor. Kesemuanya terbit tahun 2013.

Pemenang Lomba Puisi Esai kedua diterbitkan dalam buku Konspirasi Suci (2014). Buku ini juga diikuti dengan terbitnya antologi karya menarik dari para nominator lomba kedua, yakni Lumpur-lumpur Sejarah, Rantau Cinta Rantau Sejarah, dan Kisah Tak Wangi Belahan Jiwaku. Semuanya terbit tahun 2014.

Selain itu, penulis Fatin Hamama berhasil mengumpulkan banyak penyair/sastrawan yang cukup dikenal. Masing-masing mereka menulis puisi esai yang terbit dalam empat antologi, yakni: Serat Kembang Raya, Sungai Isak Perih Menyemak, Jula Juli Asam Jakarta, dan Moro moro Algojo Merah Saga. Semuanya terbit tahun 2014.

Baca Juga: Denny JA: AI Mempercepat Proses Kreatif Dalam Menulis Puisi Esai

Kemudian, muncul gerakan penulisan puisi esai besar-besaran, yang melibatkan penulis dari 34 provinsi, yang dengan demikian bisa disebut mewakili seluruh Indonesia. Untuk setiap provinsi dibuatkan satu buku, di mana setiap buku itu berisi karya dari 5 penulis, yang berdomisili di provinsi bersangkutan.

Halaman:
1
2

Berita Terkait