Puisi Esai Isbedy Stiawan ZS: Perempuan di Seberang Istana Batubara
- Penulis : Abriyanto
- Senin, 13 Januari 2025 12:07 WIB
ORBITINDONESIA.COM - 20 tahun, setelah tewas dibacok oleh herder sang raja di Kota Air itu, nama korban pun dilupakan. Kecuali yang membabat parang ke tubuh guru SD itu kemudian bersaksi: Ia lakukan itu lantaran disuruh. Si komando hingga kini masih melenggang, berbeda dengan Komariah, istri korban, tetap menanti keadilan hukum.
***
“Tunggu aku di pojok jalan itu,” katanya.
“Aku beli rokok dulu ke warung sana.”1)
Baca Juga: Puisi Gol A Gong: Kota Tak Bernyawa
Ia merasa seperti telah membaca kalimat
pertama sebuah cerpen. Ah, persisnya
pernah mendengar seseorang bercerita
tentang cerpen itu. berkisah tentang
penantian tiada akhir. puluhan tahun,
mungkin lebih,
perempuan itu berdiri di pojok jalan itu
ia selalu berseru: “selamat sore” kepada
setiap laki-laki yang datang padanya
Seperti menunggu suaminya yang mati
di saat unjuk rasa di depan SD. lelakinya,
guru olah raga, harus lari kencang
karena diburu preman penambang
Unjuk rasa yang dilakukan lakinya sudah kesekian kali
bersama puluhan warga. mereka menolak jalan
desanya dilintasi truk-truk pengangkut batubara
yang hanya menyisakan kerusakan: debu kala panas,
becek di musim hujan, dan berlubang di sana sini
Baca Juga: Puisi Gol A Gong: Kopi Tubruk
Suaminya jadi target! ia diburu hingga ke rumah
dinas temannya, seiring simbah darah di tubuh
ingin menghindar, tapi jalan terasa samar
pandangan nanar. ia masuk kamar
terjebak di sana. sabetan parang bertubitubi
hinga ke titik nadi, napasnya berhenti
“Hadri, alangkah kejam manusia itu,” batinnya
Kini ia berada di pojok jalan itu, di seberang
Baca Juga: Denny JA: Launching 37 Buku Puisi Esai Memberi Landasan Kukuh pada Angkatan Puisi Esai
istana pengusaha batubara. seperti